Mohon tunggu...
Eko Nurwahyudin
Eko Nurwahyudin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar hidup

Lahir di Negeri Cincin Api. Seorang kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Ashram Bangsa dan Alumni Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Motto : Terus Mlaku Tansah Lelaku.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sejurus Arus, Tak Turut Hanyut

23 Januari 2023   14:12 Diperbarui: 23 Januari 2023   14:18 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diambil di halaman Masjid UIN Sunan Kalijaga

Sejurus Arus, Tak Turut Hanyut

Bagi orang yang pernah mengalami kejadian hampir mati seperti saya, kehidupan justru menjadi bermakna. Keselamatan seolah menjadi hal utama yang diaminkan kepada Gusti Yang Maha Penjamin Aman, sehingga eling dan waspada tak lain jadi rumus pasti menanti antrian mati.

Alkisah, beginilah...

Saya pernah hampir mati beberapa kali. Kejadian itu tak hanya saya alami di jalanan tetapi juga saat mencari ikan. Kejadian itu terjadi kalau tak salah ketika saya masih kelas lima Sekolah Dasar.

Saat itu hari libur. Orang-orang kampung saya, tua-muda, laki-laki atau perempuan, emak-bapak atau anak-anak ramai betul mencebur ke kali Kulon (Barat) atau anak sungai Bengawan Solo. Ada yang memakai serok ikan atau sekadar gogo menggunakan kedua tangannya. Bocah-bocah seumuran saya biasanya mencari di pinggiran saja atau kalau nekat menengah ke yang lebih dalam musti mendekapi gedebog pisang yang ditebangi orang-orang. Pagi itu, jarang-jarang waktu senggang orang-orang hanyut dalam riuh pladu.

Semakin sepenggalah matahari justru semakin banyak orang yang datang. Teriakan-teriakan girang karena membawa pulang banyak ikan itulah yang mengundang orang lain yang tak tahu datang. Ikan putihan, wader bahkan patin lah yang memenuhi keramba maupun ember.

Saya dengan Kang Rizal ialah pendatang yang termasuk agak kesiangan. Setelah mengantongi izin dari orang tua kami, buru-buru kami pacu sepeda ke tangkis atau tanggul batas sawah, turun ke sawah melalui galengan dan menuruni perengan mencebur ke kali. Mula-mula kami cari saja ikan-ikan yang teler di pinggiran sesuai pesan orang tua kami maupun orang-orang tua yang di kali itu. Pesan mereka kepada kami tak jarang mereka imbuhi cerita magis seperti "Hati-hati jangan terlalu ke tengah nanti digondhol bajul putih atau buaya putih", atau "Pladu yang buat ikan-ikan yang teler ini karena ada siluman pada hajatan wewayanagan", dan lain sebagainya.

Mereka berhasil membuat kami takut. Toh bukankah memang lazim, penakut selalu menjadi orang-orang yang terpinggir dan tersingkir? Jadilah kami di pinggir dan hanya mendapat ikan wader dan putihan kecil-kecil. 

Bosan mencari ikan di pinggir kami juga main gethe-gethekan dari gedebog pisang. Tentu gethek tak bisa dilakukan di pinggiran kali yang cethek atau dangkal. Kami menengah. Mitos bajul putih tersapih begitu saja.

Kami juga menyisir pinggir hingga daerah grojogan Kali Kulon. Di daerah air terjun buatan yang memisahkan daerah dalam dan dangkal inilah para pencari ikan lebih ramai dari daerah pinggir hilir. Ikan di sini juga lebih banyak didapat dan besar-besar.

Dan begitulah singkat cerita, di tepian grojogan itu saya sambil merangkul gedebog dengan lengan kiri dan siruk di tangan kanan mencoba mengambil ikan yang agak besar. Kaki saya masih menapak pada batu di pinggiran grojogan itu. Namun, saya rasai begitu saja batu di bawah kaki mengglinding begitu saja ambles ke semacam palung grojogan itu. Saya tersedot. Buru-buru saya buang saja serok dan lebih kuat mendekapi gedebog dengan kedua tangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun