"Besok pertemuan depan, pintu kelas saya kunci setelah sepuluh menit dari dimulainya kelas sesuai yang terjadwal. Suka tidak suka. Saya tidak suka keseriusan saya mengajar diganggu ketidakseriusan anda yang terlambat."
Setelah seminggu berlalu, tibalah pertemuan keempat perkuliahan yang diampunya. Saya yang berlari dari kos ke kampus sampai di lantai satu fakultas. Saya mendapat miscall dan sms dari teman yang memperingatkan bahwa sang professor telah di kelas sebelum waktunya. Kelas yang bertempat di lantai empat saya tempuh dengan keringatan dan nafas ngos-ngosan.
Sesampainya di depan kelas, saya menjumpai seorang mahasiswi tengah duduk santai. Saya memastikan kabar teman saya tentang masuknya si dosen. Ia membenarkan bahwa dosen baru saja masuk. Walhasil niat nyelonong saya kandas, setelah semua pintu kelas dikuncinya. Kelas saya memiliki dua pintu.
Saya mengetuk-ngetuk. Terus mengetuk-ngetuk. Mungkin, sangat gemas dan jengkel sang dosen membukakan pintu. Saya masuk. Semua mata seperti menghakimi saya. Hanya saya lihat seorang yang cekikikan di bangku pojok belakang. Ia teman saya.
      "Anda tidak dengar kemarin saya bilang apa?!"
      "Dengar pak."
      "Anda terpelajar?" saya menangguk.
      "Anda tahu kesalahan tapi anda masih punya muka datang dan ikut kelas saya! Anda tahu berapa banyak teman yang anda rugikan karena saya harus meladeni anda bukan memberi kuliah?"
      Saya masih diam.
      "Kenapa diam? Anda terpelajar?"
      Saya mengangguk.