Mohon tunggu...
Eko Nurwahyudin
Eko Nurwahyudin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar hidup

Lahir di Negeri Cincin Api. Seorang kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Ashram Bangsa dan Alumni Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Motto : Terus Mlaku Tansah Lelaku.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Bersetia Hati di Bawah Rezim Tangan Besi (Resensi Buku Perburuan karya Pramoedya Ananta Toer)

17 Agustus 2020   11:04 Diperbarui: 17 Agustus 2020   11:28 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi Pram terang sikap kompromistis hanya terwakili oleh para priyayi atau elit yang sudah nyaman dengan status qou mereka meskipun jadi kacungnya penjajah sambil menikmati sedikit-sedikit keuntungan seperti dalam dialog ketika Den Hardo menolak iming-iming mertuanya Lurah Kaliwangan, "Tidak sukakah anak menerima uang ini?...Tidak suka pula? Tidak.. ini takkan merugikan bapak. Bapak sekarang memperdagangkan kayu jati gelap. Banyak sekali keuntungan yang kuterima. Kalau tak begitu, tak sangguplah bapak menanggapkan wayang kulit dua hari dua malam merayakan penyunatan adikmu Ramli." (halaman 32-33). 

Pram lebih suka menggambarkan sikap lari untuk mundur sejenak sambil mengatur kembali strategi, mengumpulkan kekuatan dan menyerang dalam kondisi yang tepat. Artinya, dalam hal ini lari tidak dimaknai sebagai lari semata seperti sikap berkhianat, mencari kesejahteraan diri pribadi. 

Perlawanan harus dimaknai sebagai sikap hidup satria yang tidak kenal takut, dan tidak serakah. "Tahukah bapak mengapa orang jadi penakut? mengapa orang jadi takut? Karena...dia terlalu serakah. Ya orang jadi penakut karena serakahnya sendiri. Bila orang mau membatasi kebutuhannya sampai serendah-rendahnya, dia takkan takut. dia takkan takut pada apapun dan siapapun juga. (halaman 22).

Dalam keadaan diburu itu, Pram menggunakan wewewludan (melarikan diri seperti belut yang licin) dan jejemblungan (menyamar layaknya orang gila). 

Den Hardo yang memiliki tanda cacat mudah dikenali selama lebih setengah tahun menyingkir dari satu tempat ke tempat lain. Berdiam diri di Gua Sampur yang dianggap keramat dan banyak setan. Pun, anak dari Mohammad Kasim, mantan Wedana Karangjati itu harus hidup mengenaskan seperti makan kelelawar untuk hidup, hanya minum air untuk mengobati lapar, kedinginan hidup di goa, di kolong jembatan, kepanasan kelelahan berjalan berpuluh kilometer, gatal oleh penyakit kulit, badan semakin kerempeng, dll. 

Tapi kondisi mengenaskan itu, seorang prajurit, pasukan atau tentara tidak terbesit menciderai prinsip hidupnya. Pram memotret tanpa laku tirakat yang sungguh-sungguh maka orang akan terjerembab pada penghianatan. Laku tirakat yang dilakukannya pun unik yakni tidak berkompromi, berpuasa (dalam pengertian menahan hawa nafsu keduniawian) seperti menahan rindu bertemu keluarga dan tunangannya (bahkan tidak hadir ketika ibunya meninggal) sampai Nippon, penjajah enyah dan terdengar kumandang merdeka dan juga bersungguh-sungguh menolak segala makanan yang tak langsung didapatnya dari alam. (halaman 89). 

Sambil lalu secara konsisten melakukan pembacaan-pembacaan terhadap kekuatan musuh. Pun, dengan menyamar sebagai seorang kere atau seorang gila selain sebagai upaya melarikan diri, mengumpulkan informasi tanpa dicurigai, juga secara tidak langsung merasa menjadi bagian dari rakyat yang tertindas. Perasaan menyatu ituah yang selalu dapat meredam nafsu menjadi penguasa lalim.

Sebagai penutup, pada kondisi dan situasi dunia yang sepakat mengutuk penjajahan fisik bangsa terhadap bangsa lain, karya ini penting dibaca secara hati-hati. Sebab pembacaan yang tidak cermat hanya akan menyebabkan rasa keasikan terhadap heroisme masa lalu sambil melupakan bahwa sampai saat ini penjajahan dan penindasan secara halus (psikis dan kesadaran) yang dilakukan bangsa terhadap bangsa lain. Artinya, pembacaan yang tidak kritis, reflektif dan kontekstual hanyalah abu bukan api perjuangan yang didapat.

Madiun, 17 Agustus 2020

Eko Nurwahyudin, kader PMII Rayon Ashram Bangsa Yogyakarta dan mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun