Mohon tunggu...
Eko Nurwahyudin
Eko Nurwahyudin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar hidup

Lahir di Negeri Cincin Api. Seorang kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Ashram Bangsa dan Alumni Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Motto : Terus Mlaku Tansah Lelaku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nini Pergi ke Surga

15 Agustus 2020   08:34 Diperbarui: 16 Agustus 2020   16:02 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Eko Nurwahyudin

Sial, orang yang mendapat firasat tidak dapat membacanya dan setelah kematian barulah mereka menyadari hal itu. Ibu termasuk yang mendapat firasat sama seperti aku dan ia beruntung karena dapat tiba lebih dulu -- meskipun ia tiba saat kondisi Nini tengah sekarat. 

Ibu berkesempatan menorehkan bakti anak kepada orang tuanya dan menerima kali terakhir cinta orang tua kepada anaknya: permintaan, pemberian maaf dan doa untuk keselamatan, keberkahan hidup. Sial, akulah yang termasuk penerima firasat, tidak dapat membacanya dan tiba terlambat. Kesialan berlapis yang menimpaku ini berkecamuk.

Aku menyelonong hendak menceritakan pula alasanku tiba terakhir daripada cucu-cucu yang lain. Namun aku tertahan oleh pertanyaan-pertanyaan yang memberondongku.

"Kenapa kamu tak kasihan kepada Nini?"

"Kenapa baru datang sekarang?"

"Kenapa kamu berusaha membenarkan keterlambatanmu?"

Tiga pertanyaan itu menghunjamku keras. Keras, makin keras mendekati kamar Nini yang melompong. Niatku nimbrung dalam obrolan di dapur kendur. Aku tak kuat nyali, meskipun dapat saja aku abai terhadap kasur tua di kamarnya. Kasur tua yang tabah menampung beban tubuh lumpuh perempuan tua.

Rumah Nini yang kecil telah disekat menjadi tiga bagian sebagai warisan itu menjadikan dapur sangat dekat dengan kamarnya. Melihat dari jauh mereka yang mengobrol di dapur, aku tak habis pikir bagaimana bisa mereka tidak terusik.

Bagaimana bisa mereka dengan cepat melupakan di kasur tua kamar yang melompong itu pernah terkulai perempuan tua yang lumpuh menderita oleh borok di beberapa bagian tubuhnya dan sering berteriak meminta pulang lantaran kepikunannya?

Aku rebah berbaring di lincak memandang jam dinding yang kacau. Jarum detiknya tidak bergerak maju, tersendat. Aku masih dapat melihat gerakan yang lemah dan masih dapat mendengar bunyi detaknya. Seperti itukah keadaanmu kemarin, Ni?

Di luar tampaknya orang-orang tengah mengaso. Aku menerka dari suara-suara santai yang jelas terdengar. Mereka mengobrol perihal yang sama; tentang firasat-firasat yang telah lewat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun