Mohon tunggu...
Eko Avianto
Eko Avianto Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Jamaah Yutubiyah | Penikmat kopi saat mentari belum terlalu tinggi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pelajaran Pertama Masuk Sekolah: Rebutan Kursi

15 Juli 2019   15:20 Diperbarui: 15 Juli 2019   15:30 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bangku sekolah (Foto: Makmalpendidikan.net)

Salah satu fenomena hari pertama masuk sekolah yang masih terjadi sampai hari ini adalah berebut kursi. Alasan utamanya: ingin mendapatkan tempat duduk paling depan.

Tidak ada yang salah dengan keinginan tersebut. Duduk di barisan depan memang lebih afdol. Bisa menangkap pelajaran dengan lebih mudah. Baik dari segi audio maupun visual. Penghalangnya relatif lebih kecil dibandingkan dengan yang duduk di barisan belakangnya, apalagi barisan paling belakang yang biasanya sudah banyak sekali gangguannya.

Maka tidak salah jika ada pomeo mengatakan: "Posisi menentukan prestasi". Pengalaman saya pribadi waktu masih sekolah menunjukkan memang rata-rata anak-anak yang duduk di barisan depan jadi penghuni ranking 10 besar di kelas. Kalau model saya yang hobinya corat-coret, kadang bikin sketsa wajah guru, lebih memilih duduk di barisan tengah. Walhasil ranking juga hanya di tengah-tengah. Setelah dewasapun hanya jadi kalangan menengah.

Saat SD dan SMP dulu, sekolah saya menerapkan sistem rotasi tempat duduk selama seminggu sekali. Jadi tiap hari Senin kita diwajibkan bergeser tempat duduk dari kiri ke kanan terus ke depan. Siswa yang sudah mentok di depan, nantinya pindah ke belakang. 

Selain itu saat dulu ada sistem CBSA (jadi ketahuan deh tuanya) dibuatlah kelompok belajar dengan formasi melingkar sehingga selalu terjadi pergantian tempat duduk. Tujuannya adalah menghindarkan kebosanan sekaligus menghindarkan siswa membuat "wilayah kekuasaan". Ya meskipun kalau istirahat kembali lagi ke habitatnya masing-masing.

Sebagai generasi zaman old, saya hanya bisa berharap bahwa berebut kursi tidak perlu menjadi budaya pendidikan di Indonesia. Bukan apa-apa. Kesan pertama selalu menjadi kesan yang sulit untuk dilupakan. Takutnya kesan bahwa untuk sekolah harus berebut kursi itu terbawa sampai dewasa. Akhirnya jadi kebiasaan. Maka tidak heran kalau hasil pendidikan kemudian tidak hanya menghasilkan orang pintar tetapi juga menghasilkan manusia berusia dewasa yang punya hobi rebutan kursi. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun