Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Resign, Memilih tapi Bukan Pilihan

10 Maret 2021   08:00 Diperbarui: 10 Maret 2021   08:25 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bekerja adalah cara manusia memperoleh penghasilan agar mampu bertahan hidup di era semua harus beli dengan uang. Pipis saja bayar. Apalagi punya keluarga yang harus dihidupi. Bekerja akhirnya jadi kebutuhan wajib agar seseorang punya penghasilan. Sudah bekerja saja alami kesulitan keuangan, apalagi jadi pengangguran. 

Bekerja tentunya ada suka dukanya. Mencari pekerjaan juga penuh tantangan. Saat sudah bekerja, tentu pasti ada persoalan. Resign adalah memilih, tapi bukan pilihan. Butuh penghasilan, tapi kamu tidak kerasan. Jiwamu tertekan di tempat kerja, tapi disisi lain kamu butuh gajinya. 

Resign harus dipertimbangkan, karena di masa pandemi seperti sekarang, tidak resign saja bisa dirumahkan gara gara banyak perusahaan mengalami kesulitan dan harus melakukan perampingan. Berikut beberapa tips sebelum resign jadi pilihan finalmu. Semoga artikel ini menginspirasi.

Cari solusi intern, sebelum Resign

Kamu pasti punya perasaan. Kamu bukan boneka manekin yang taat patuh ditaruh tanpa protes dimanapun sesuka bosmu. Banyak karyawan merasa tidak nyaman dengan tata kerja dan kebijakan si bos. Mereka merasa dalam situasi kerja romusha. Diperas tenaga dan pikirannya, tapi kurang dihargai. Sudah gaji minim, tapi tak ada fasilitas penunjang. 

Sekesal apapun perasaanmu, coba dulu cari solusi intern. Marah boleh, tapi jangan gegabah buru buru resign hanya berdasar perasaanmu. Evaluasi diri, evaluasi tempat kerja dan evaluasi sistemnya. Bisakah diperbaiki dengan sebuah usulan, atau bisakah kamu sendiri menyesuaikan diri dengan pola yang sudah ada. Bertahan jika masih bisa memperbaiki. Namun jika situasinya sudah tidak mungkin, maka resign adalah pilihan. Daripada kamu tersiksa, lebih baik keluar saja. 

Tapi lakukan resign dengan baik baik. Artinya beri alasan profesional yang memungkinkan bosmu berpikir logis. Jika alasanmu pas, bisa jadi bosmu merekom dirimu ke temannya yang butuh keahlianmu. Minimal, perusahaan tersebut mengeluarkan surat pengalaman kerja yang bisa jadi bekal dirimu melamar ditempat kerja yang lain. 

Seseorang yang resign bisa jadi dianggap dirinya bermasalah. Si bos tentunya punya jaringan pertemanan sesama bos juga. Jika dia pendendam, bisa jadi kamu diblacklist. Ini akan menyulitkan dirimu sendiri. Karena kemanapun kamu pergi, semua jaringan lowongan pekerjaan akan memblacklist dirimu. Mungkin sejenak kamu bebas dari perusahaan tersebut, tapi tak akan ada perusahaan lain mau menerimamu.

Resign? Ingat umur dan tenagamu

Resign adalah pilihan yang harus dipilih jika kamu sudah tidak nyaman. Perasaan tersiksa membuat kinerjamu down. Namun sebelum resign harus ingat umur dan tenagamu. Sikap kutu loncat berdasar perasaan tidak kerasanmu harus direevaluasi ulang. Boleh jadi dimasa lalu kamu mudah diterima kerja, tapi sekarang? Berapa umurmu, dan masih kuatlah tenagamu dengan sistem kerja ditempat yang baru? Mungkin kamu mengikuti emosimu. Itu hakmu. 

Tapi banyak orang menyesal setelah resign karena alasan emosi lebih dominan dan mengalahkan alasan profesional. Marah yang bodoh, memang bikin puas sejenak, tapi kemarahanmu bukan solusi saat dari sisi umur dan tenagamu sudah tidak mumpuni lagi. Resign adalah keputusan dalam kondisi pikiran tenang, jangan putuskan dalam kondisi penuh amarah. Ini nasibmu sendiri, bukan nasib bosmu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun