Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Seni Cetak Tinggi, Terinspirasi dari Relief Candi

18 Januari 2021   16:15 Diperbarui: 18 Januari 2021   16:21 2697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahan pribadi, relief candi Borobudur

Ternyata Seni Cetak Tinggi sudah diterapkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia berabad abad yang lalu. Hal ini patut dibanggakan Generasi Penerus Bangsa Indonesia, karena Relief candi candi di Indonesia sangat dikagumi oleh Bangsa manca negara. Sekali waktu para muda ini, perlu juga berwisata ke candi, karena orang manca negara saja kagum, kenapa yang memiliki warisan budayanya tidak pernah melihatnya?

Artikel ini akan membahas seputar seni cetak tinggi, semoga bisa membantu dan memperkaya materi pelajaran Seni budaya kelas 9 bagi siswa siswa di seluruh Indonesia.

Cetak Tinggi

Diantara teknik cetak grafis, cukil kayu (woodcut) merupakan teknik paling kuno sebelum ditemukan mesin cetak seni grafis. Diperkirakan telah ada sejak abad kelima, meskipun baru dikembangkan di Eropa sekitar abad ke-14. Teknik cukil kayu masuk dalam teknik cetak tinggi, dimana permukaan yang lebih tinggi akan terkena tinta warna dan dipindahkan ke dalam media cetak. Penggunaan cetak tinggi dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah stempel/cap baik yang berbantalan maupun yang tidak berbantalan.

Cetak tinggi adalah proses mencetak dalam seni grafis dengan memanfaatkan bentuk yang paling tinggi yang berasal dari plat klise untuk menghasilkan bentuk karya gambar. Plat klise tersebut bisa berupa bahan-bahan lunak dan keras semisal kayu/potongan kayu ataupun logam. Karena menggunakan acuan panel ukiran/pahatan atau panel relief yang lebih tinggi, teknik cetak ini biasa disebut cetak relief atau flexography.

Dari banyak teknik cetak tinggi, cukil kayu (woodcut) menjadi pilihan banyak seniman grafis dengan mempertimbangkan mudahnya mencari alat dan bahan, teknik pembuatannya yang relatif sederhana, namun tetap menghasilkan karya seni grafis yang impresif. Detail desain menjadi kekuatan sebuah karya seni cukil kayu. Muhammad "Ucup" Yusuf dari Taring Padi pernah membuatkan sebuah desain cetak kayu (woodcut) berbentuk rontek (round tag) dengan ukuran sekitar 150 xm x 150 cm dengan desain yang detail, dalam satu warna, dengan pesan jelas dan dalam kemasan yang impresif untuk sebuah gerakan masyarakat di Pegunungan Kendeng Utara.

Cetak relief dengan reduksi cukil di Indonesia yang banyak digunakan seniman grafis diantaranya adalah cukil kayu (wood cut), lino cut, Ukiyo-e atau Moku Hanga. Secara prinsip ketiga teknik memiliki kesamaan yaitu memanfaatkan bentuk yang paling tinggi sebagai plat cetak klise. Namun dalam penggunaan alat dan bahan terdapat perbedaan yang cukup signifikan kecuali untuk pisau cukilnya yang sama.

Pisau sebagai alat cukil kayu dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu viener (V), gouge (U), knife, dan chisel. Alat ini mempunyai berbagai ukuran. Perbedaan bentuk ini dimaksudkan agar dapat memberikan kemungkinan pilihan dalam penggunaannya. Jenis (V) berfungsi menggantikan pisau untuk membentuk garis, meskipun mempunyai karakter yang berbeda. Sementara jenis (U), bentuknya yang bulat akan menghasilkan efek cukilan yang berbeda dengan jenis (V). Alat cukil ini tidak hanya digunakan untuk kayu, namun bisa digunakan untuk mencukil linoleum.

Ukiyo-e, mencetak tanpa alat press, tanpa roll, tanpa scrap, dan warn-warni. 

Cetak relief dengan reduksi cukil kayu Ukiyo-e atau dikenal juga dengan nama Moku Hanga berkembang pertama kali di Jepang sebelum ditemukan teknologi cetak saring (silk screen). Dengan memanfaatkan tekstur kayu, karakter media kertas cetak, desain, bahan pewarna, serta alat, hasil cetak dari ukiyo-e mirip dengan cetak saring. Bahkan dengan teknik tertentu dalam pewarnaan bisa dihasilkan gradasi warna pada hasil cetaknya.

Dalam pembuatan plat klise teknik ukiyo-e menggunakan bahan dari kayu dengan jenis tertentu. Biasanya didatangkan langsung dari Jepang. Selain lembaran kayu, bahan lain yang diperlukan adalah kertas waasi yang terbuat dari tanaman perdu murbei kertas (Broussonetia kazinoki atau dalam bahasa Jepang disebut koku), sifat kertas ini mampu menyerap tinta namun tidak menyebar (meleber) sehingga hasil cetaknya tetap rapi di bagian tepinya. Seniman grafis Indonesia sering mengganti kertas waasi dengan kertas telo yang mendekati kertas waasi namun harganya relatif lebih murah,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun