Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maaf Memaafkan, Bikin Hidup Lebih Indah dan Sehat

10 Juni 2019   14:28 Diperbarui: 11 Juni 2019   11:04 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari Tempo.co

Idhul Fitri adalah moment terindah bagi nilai nilai kemanusiaan. Kesalahan, Kekhilafan dan salah paham antar pribadi manusia, senantiasa bisa terjadi karena manusia punya kelemahan dan tidak sesempurna malaikat yang tidak bisa salah. Kesalahan seseorang dan kemudian kita membencinya bahkan melampiaskan dendam kepadanya, adalah bukan solusi terbaik karena akan memperburuk silaturahmi, persaudaraan dan nilai nilai luhur kemanusiaan. Artikel berikut mencoba mengupas filosofi maaf memaafkan bagi indahnya kehidupan dan ternyata bikin sehat tubuh kita. Mari kita bahas bersama.

Hargai Orang Yang Mau meminta Maaf

Orang yang mau meminta maaf adalah orang yang berjiwa besar yang layak dihargai. Tuhan saja Maha Pengampun dan selalu memberi kesempatan pada UmatNya untuk memperbaiki diri, Tetapi kenapa Manusia suka memelihara dendam dan hatinya keras dengan tidak mau memaafkan suatu kesalahan orang lain? Manusia pada hakekatnya diberi pikiran agar dia bisa bijak dalam bertindak.

Pikiran bisa diisi dengan hal positif, namun bisa pula diisi dengan hal negatif. Orang yang mengisi pikirannya dengan hal positif, bisa berpikir jernih sehingga mampu melihat kesalahan orang lain sebagai fitrah manusia itu sendiri. artinya dia sadar, jika manusia itu makhluk lemah yang tidak sempurna, bisa salah dan bisa khilaf dengan melakukan hal hal bodoh. Jika orang yang salah tersebut melakukan kesalahan, seberat apapun kesalahannya, dia masih bisa menerima permintaan maafnya dan memberikan kepercayaan padanya bahwa dia mau belajar dari kesalahannya yang lalu dan tidak akan mengulanginya lagi dimasa mendatang.

Orang positif tidak menjadikan kesalahan tertentu sekalipun dia merasa tersakiti tapi hal itu tidak dianggapnya sebagai beban yang mengganggu pikirannya. Namun bagaimana dengan orang berpola pikir negatif? Mereka memandang orang lain sebagai watak yang tidak bisa dirubah dan sekalipun bisa berubah, dia sudah berprasangka orang yang salah akan melakukan kesalahan lagi. Dia memVonis orang lain, tidak bisa berubah, sehingga tidak ada maaf dalam kamusnya.

Orang berpikiran negatif, mengisi pikirannya dengan anggapan kesalahan orang lain itu sebagai beban hidup yang terus membebani sepanjang hayatnya. Mereka akan mengingat ingat itu terus menerus dan mencari cara untuk membalasnya. hal inilah yang disebut dendam.  Yaitu Keinginan balas membalas dengan saling menyakiti satu dengan yang lain. Padahal bila pikiran kita terus menerus diisi oleh hal hal negatif semacam dendam, tiap hari kita mengotori pikiran, hasilnya hal negatif akan memenuhi pemikiran kita dan seolah olah  hal tersebut sebagai kebenaran yang diperjuangkan. Oleh sebab itu, belajarlah menjadi orang yang berpikir positif dan mampu menghargai permintaan maaf orang lain.

Membangun Pemikiran Sehat tanpa dendam

Otak kita bekerja berdasarkan pengulangan yang kita lakukan. Otak seperti perangkat komputer yang siap diisi dengan sebuah program atau software agar bekerja seperti yang dikehendaki. Jika kita mengulang ulang memprogram otak dengan hal hal positif, maka otak kita menjadi obtimis. Tapi bagaimana jika otak kita diisi dengan hal hal negatif, dan diisi dendam dan kebencian? Otak akan terprogram dengan dendam dendam dan akan semakin membenci sesuatu. Kitalah yang wajib membangun pemikiran sehat tanpa dendam.

Contoh, seorang istri tengah membenci suaminya. Hal ini pasti ada alasannya. misal, suaminya pernah selingkuh. Jika sang istri memvonis sang suami seorang peselingkuh,dan mengisi pikirannya dengan kesalahan demi kesalahan suaminya, maka sang istri akan semakin membenci suaminya, padahal suaminya sudah bertobat.

Jika demikian kasusnya, maka kesalahan suami menjadi beban pemikiran istri yang hari demi hari semakin berat karena isi pikiran dari sang istri adalah penderitaan, dan hal itu bisa jadi alasan kuat jika sang istri ikut ikutan selingkuh sebagai balas dendam, pelarian dan pelampiasan dari apa yang dipikirkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun