Mohon tunggu...
Eko Wahyudi Antoro
Eko Wahyudi Antoro Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan statistik dan pendidikan

Konsultan, penulis dan pegiat lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kejamnya Politik Desa

1 Oktober 2022   04:41 Diperbarui: 1 Oktober 2022   04:54 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Istilah politik banyak kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Istilah ini banyak di sebut-sebut pada media masa, elektronik bahkan media online. Istilah ini juga memberikan stigma prestisius dari kaum cendekia, intelektual nan modern serta identik dengan kelompok-kelompok elite di kalangan masyarakat kelas atas, baik yang duduk di kursi pemerintahan, maupun yang berperan dalam lembaga-lembaga sosial, hukum dan lain sebagainya. Isu-isu politik yang seharusnya menjadi wahana dalam membangun bangsa, dewasa ini justru banyak dijadikan sebagai sarana entertine, dan dalam konteks yang lebih parah dijadikan media untuk saling menjegal dan menjatuhkan satu sama lain.

Meskipun demikian, politik di kalangan atas, nampak dimainkan secara berkelas, dengan sebisa mungkin tidak mengabaikan kaidah-kaidah dari politik itu sendiri. Para politikus memainkan perannya dengan hati-hati, mengumpulkan data dan strategi, sebelum dirinya tampil dalam panggung politik yang nantinya akan dimainkan gema orkestranya. Bagaimanapun kondisi dan hasilnya, tetap elit politik nampak bermain secara elegan. Hal ini berbeda dengan aktivitas politik yang ada di pedesaan. Sebut saja ketika terjadi pesta politik pemilihan kepala desa. Unsur politik yang disajikan sangatlah khas dengan dibumbui oleh gimik-gimik serta tradisi-tradisi unik yang kadang diluar nalar.

Jika anda bertanya gimik dan tradisi unik apakah itu, maka dapat dicontohkan seperti tradisi serangan fajar, tradisi pemantauan pulung, isu-isu kiriman spiritual (santet) hingga hasut-menghasut melalui para cantrik masing-masing pihak yang ingin mencalonkan diri. Persaingan politik ini sangatlah tidak sehat, dengan upaya saling menjatuhkan dan tidak segan hingga mengorbankan rekan, tetangga, dan saudara. Sudah tidak ada lagi rasa welas asih, kasih sayang dan empati kepada sesama, karena yang ada didalam pikirannya hanyalah bagaimana dapan memenangkan persaingan politik dalam pemilihan kepala desa tersebut, untuk kemudian dirinya bisa memiliki kekuasaan, bisa di "WAH" dalam status sosialnya dan secara pribadi merasa terpuaskan telah menghancurkan seluruh lawan politiknya.

Yang lebih mengerikan dibandingkan dengan isu-isu kiriman spiritual (santet) adalah adanya hasut, fitnah sana, fitnah sini dengan membenturkan antara teman, saudara hingga keluarga. Bahkan yang lebih kejam kadang-kadang juga memanfaatkan atau melibatkan anak-anak yang belum memiliki pikiran dewasa, tanpa mereka berfikir bagaimana dampak psikologis yang ditimbulkan dikelak kemudian hari dan jangka panjang, bahkan bisa terjadi permanen. Inilah kenapa dibilang politik desa itu kejam. Karena sudah tidak mengenal siapa kawan siapa lawan, dan tidak mengenal etika, norma-norma serta nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat, hingga lebih jauh dari pada itu adalah memanusiakan manusia.

Padahal, kalaupun tujuannya tercapai, apakah membuat mereka menjadi setara dengan tuhan?, apakah membuat mereka bisa hidup kekal?, apakah bisa membuat mereka menjadi kebal hukum?, apakah bisa membuat mereka menjadi makmur selama 7 turunan? apakah bisa membuat mereka memiliki jabatan dan peran politik itu selamanya? tidak bukan? lantas kenapa dalam prosesnya mereka seolah-olah bertarung seakan pilihannya antara hidup dan mati. Inilah yang perlu kita kaji bersama. Apakah ini karena rendahnya kapasitas Sumber daya manusia kita?, apakah karena warisan budaya leluhur?, kalaupun ini adalah warisan budaya leluhur, apakah budaya yang tidak baik ini harus dipertahankan, tidak adakah keberanian dalam diri kita untuk merubah kebiasaan-kebiasaan ini? Jawabannya hanya ada di lubuk hati kita yang paling dalam.

Negara kita menunggu peran dan kontribusi kita dalam hal ini, ayolah segera bangun dari mimpi, lakukan tindakan nyata untuk melakukan perubahan yang tidak hanya sebuah fantasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun