Mohon tunggu...
Eko N Thomas Marbun
Eko N Thomas Marbun Mohon Tunggu... Penulis - I Kerani di Medan Merdeka Utara I

Tertarik pada sepak bola, politik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Tips Memilih Di Pilkada Serentak 2020

5 Desember 2020   15:44 Diperbarui: 5 Desember 2020   19:14 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: jatimtimes.com

Sekilas Pemilihan Langsung di Indonesia

Kepala daerah dan wakil kepala daerah di Indonesia awalnya dipilih oleh DPRD. DPRD dianggap sebagai representasi rakyat sehingga suaranya dianggap sudah mewakili rakyat. Namun, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada.

Pilkada pertama kali diselenggarakan di Kabupaten Kutai Kertanegara dengan para calon bupati diantaranya: Sofyan Alex-M. Irkham, Tajuddin Noor-Abdul Djebar Bukran, dan Syaukani-Samsuri Aspar. Tepat pada tanggal 1 Juni 2005 dilakukan pemungutan suara dengan angka partisipasi pemilih mencapai 70%.  Syaukani-Samsuri Aspar tercatat sebagai bupati pertama di Indonesia sebagai hasil pilihan rakyat secara langsung.

Tips Memilih

Penyelenggaraan pilkada serentak 2020 menjadi tahun ke-15 bagi rakyat di daerah memilih secara langsung pemimpinnya. Apa yang sudah kita peroleh selama 15 tahun itu? Dalam catatan KPK sejak pilkada langsung diterapkan pada 2005, sudah 300 kepala daerah di Indonesia yang menjadi tersangka kasus korupsi. Kalau dirata-ratakan dalam 1 tahun terdapat 20 kepala daerah menjadi tersangka korupsi dan itu berarti tiap bulan ada saja kepala daerah menjadi tersangka korupsi.

Pilkada serentak tahun 2020 akan dilaksanakan tanggal 9 Dember nanti. Pilkada tahun ini menjadi menarik karena diselenggarakan di tengah pandemik Covid-19. Kondisi pandemi menuntut baik penyelenggara, kandidat dan pemilih harus menerapkan protokol kesehatan sejak pendaftaran sampai pemilihan nanti. Apakah sudah dilakukan dengan baik? Itu soal lain. Hari ini kita akan membahas 3 tips memilih jagoan di Pilkada Serentak 2020! mumpung masih 4 hari lagi kamu masih sempat buat mikir-mikir, guys!

1.  Kenali Jagoanmu

Aku tahu kamu pasti berpikir bagaimana caranya? kan semua visi-misi calonnya bagus-bagus! Ups, tunggu dulu, visi dan misi adalah hal kesekian dari urusan Pilkada ini. Paling penting itu apa sih yang sudah dia lakukan selama ini? Misalnya kalau dia incumben, apakah dia sudah pernah main ke kampungmu, ke kampung tetangga atau ke ibukota kecamatanmu? Atau jangan-jangan dia menghabiskan waktu nongkrong di Jakarta pakai uang rakyat dengan dalih perjalan dinas me'lobby' pusat he..he..he...selanjutnya coba lirik pembangunan di kampungmu, kampung sebelah atau ibukota kecamatan kira-kira ada gak sih yang berubah selama doi jadi kepala daerah atau begitu-begitu saja atau malah sekolah-sekolah pada rusak, gurunya gak ada, jalan-jalan kayak kubangan atau sebaliknya makin bagus. Lantas bagaimana kalau orang baru? kan belum pernah menjabat. Kurang lebih sama saja, hati-hati loh jangan-jangan dia nyalon cuman buat cari pekerjaan atau memuluskan bisnisnya atau dia boneka orang tertentu untuk memeras kekayaan daerahmu kan bisa aja, ups...lihatlah kontribusinya selama ini di kampungmu apakah dia sosok yang memberi kontribusi pemikiran? lebih bagus lagi kalau dia memiliki kontribusi pembangunan, misalnya rajin menyumbang untuk ini-itu. Ingat loh tidak harus uang. Jangan sampai dia datang hanya untuk jadi raja lalim di tempatmu. Ingat juga ya mengenal jagoanmu itu penting supaya kamu jangan ikut berkontribusi nambah koruptor yang sudah sesak di negeri ini!

2.  Jangan Percaya Jargon

Otak dan omongan orang politik itu penuh dengan bualan, terutama Tim Sukses (TS), penuh dengan janji-janji manis. Selama kampanye apa pun yang diminta rakyat pasti dijawab oke, nanti kalau sudah terpilih kita eksekusi. Jadi, tidak heran jika jargon-jargon mereka terkesan bagus dari yang gagah sampai yang religiusitas, ada aja. Bahkan kadang-kadang tidak masuk akal untuk dilakukan oleh seorang kepala daerah. Misalnya, menciptakan masyarakat yang beriman dan bertakwa. Lha, caranya piye? Terus cara mengukur keimanan dan ketakwaan orang itu seperti apa? Ingat loh ya, pekerjaan kepala daerah itu harus terukur! Mau dihitung jumlah rumah ibadatnya? Atau jumlah orang yang beribadah? Terus itu kemudian dasarnya menyebut masyarakat beriman dan bertakwa. Jangan sampai visi dan misi kandidat tidak bisa diterjemahkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Bingung nanti Bappeda menentukan indikatornya. Akhirnya ngasal. Ups, TS pasti sebal ini, saya tahu mereka pasti ingin menggarap dari sisi religiusitas, supaya tampak alim. Kenapa sih tidak pakai kata "menjamin kebebasan beribadat" kan lebih bisa diukur misalnya, setiap masyarakat kalau mau beribadat ada tempatnya dan aman. Pokoknya jangan percaya deh sama jargon, di telinga aja enak didengarnya. Apalagi yang muluk-muluk sampai langit. Kadang tuh kandidat saking semangat merencanakan menggarap yang bukan kerjaannya.

3.  Lupakan SARA

Indonesia itu karena majemuk, banyak suku, agama, ras dan golongan. Sama petualang-petualang politik ini sering dimanfaatkan. Dia mendekati pemilih, supaya akrab nih, dia bilang kita satu suku atau satu agama atau satu rasa tau satu golongan. Kita dekat nih gak usah pilih yang lain. Jangan heran kalau Pilkada itu ada aja yang jualan ayat, promosi di rumah ibadat, beli gelar bangsawan, menggelar pesta adat pemberangkatan entah sejak kapan suksesi kepala daerah jadi acara adat ah...pokoknya macam-macam yang tidak ada kadang diada-adakanlah. Akibatnya, Pilkada sering memecah belah masyarakat. Kadang yang satu keluarga pun menjadi tidak akur hanya karena beda pilihan. Padahal nih ya, mereka sudah bareng sejak dari orok, hidup berdampingan dari nenek moyangnya, eh, tiba-tiba karena Pilkada 5 tahunan rusak hubungan. Kan, as*! Eh, maaf.

Satu hal yang penting kamu tahu, kita tidak sedang memilih kepala suku atau pemimpin agama, atau ketua adat atau ketua geng. Kita sedang memilih kepala daerah yang tugas memastikan pelayan publik terselenggara dengan baik untuk semua rakyat di daerahnya tanpa melihat apa pun suku, agama, ras dan golongannya. Jadi, balik lagi ke poin 1! Kepoin dulu jagoanmu sebelum memilih kalau sudah kenal baru pilih. 

Ngomong-ngomong karena saat ini masih pandemi Covid-19, jangan lupa nanti kalau ke TPS tetap dengan 3 M! Memakai masker, Menjaga jarak dan Mencuci tangan. Jangan sampai karena Pilkada, tempatmu jadi cluster penyebaran Covid-19 yang baru. Tetap jaga kesehatan, ya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun