Mohon tunggu...
Ekky AbiWibowo
Ekky AbiWibowo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sociology, Coffee, and Movie

Hai, saya Ekky! Saya seorang yang perhatian dengan berbagai bentuk fenomena sosial, melihat keunikannya, dan memperhatikan detil-detil kecil untuk menjadi bahan analisis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hallyu di Indonesia: Soju Halal, Komodifikasi Agama dan Glokalisasi

30 Januari 2023   15:00 Diperbarui: 30 Januari 2023   21:53 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Konsumsi budaya global yang saat ini tidak hanya datang dari Barat, tapi juga dari Asia seperti negara Korea semakin massif dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Perilaku konsumsi yang khususnya ada pada kaum perempuan ini ditunjukkan oleh kesukaan mereka terhadap unsur-unsur budaya pop. Hallyu sendiri merupakan sebutan untuk sebaran budaya pop Korea yang meliputi musik, drama series atau film, fashion, serta produk makanan dan minuman.

Sebaran budaya Korea secara global memiliki relasi yang kuat bila dilihat dari konteks historis dan politik di negara tersebut. Pada akhir tahun 80-an, Korea Selatan sebagaimana negara-negara Asia pada waktu itu memiliki latar belakang masyarakat yang sangat menjunjung tinggi budaya tradisional dan bersikap resisten terhadap datangnya budaya dari Barat. 

Namun, pasca krisis ekonomi yang melanda Asia di tahun 1997 membuat Korea Selatan yang pada saat itu dipimpin oleh Presiden Kim Dae Jung melakukan suatu perubahan kultural yaitu kebijakan menghapus citra bangsa yang tradisional dan membuat citra nasional yang lebih baru dan modern dengan akulturasi budaya Barat. Sehingga dengan adanya unsur budaya Barat ini menjadikan pemulihan ekonomi melalui invasi komoditas budaya yang dilakukan Korea Selatan dapat diterima oleh negara-negara lainnya, termasuk Indonesia.

Musik K-Pop dengan simbol identitas Boyband dan Girlband-nya merupakan akulturasi budaya Barat dengan musiknya yang bergaya diatonis yang seragam, lirik dibumbui dengan frase bahasa Inggris, gaya bernyanyi yang tegas, dan tarian adalah elemen integral dari pertunjukannya, menjadi yang paling diminati oleh kalangan muda di Indonesia. 

Pada tahun 2022 sendiri tercatat ada 15 grup band dari Korea telah mengadakan konser di Indonesia. Meskipun dengan harga tiket yang dapat dikatakan tidak murah, namun konser-konser tersebut tetap dihadiri oleh ribuan penggemarnya. 

Selain musik K-Pop, drama series Korea atau disebut K-Drama juga sangat diminati oleh masyarakat Indonesia. Kehadiran K-Drama di Indonesia sendiri sudah ada sejak 2002 dan muncul di stasiun televisi nasional dengan genre melodrama dan romantis yang berjudul Mother’s Sea dan Endless Love. Selanjutnya lebih dari 50 judul K-Drama dengan berbagai genre bermunculan di Indonesia hingga tahun 2011. Melalui kehadiran channel film berbayar misalnya seperti di Netflix dan Disneyplus saat ini, kemunculan berbagai judul K-Drama semakin tidak terbendung lagi.

Di balik massifnya konsumsi budaya Korea oleh masyarakat Indonesia, nampaknya terlihat ada paradoks antara ideologi Korea yang sekuler yang mana hal tersebut ternyata juga berkiblat pada Barat dengan masyarakat Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam. K-pop menunjukkan nilai-nilai komersial kapitalis barat dalam musik dan penampilan sedemikian rupa sehingga bahkan ada yang berpendapat bahwa K-pop bukanlah musik Korea. 

Oleh karena itu, K-pop jelas merepresentasikan nilai-nilai yang sangat berbeda dari Islam. Namun, para fans K-Pop ternyata berpendapat bahwa sesuatu yang sifatnya buatan manusia memiliki domain yang berbeda dengan dunia spiritualitas atau ritual-ritual keagamaan yang dilakukannya. 

Seperti dalam etnografi yang dilakukan oleh Yoon yang meneliti tentang bagaimana negosiasi yang dilakukan oleh fandom K-Pop yang berhijab terkait sikap ngefans dengan member-member boy band tapi tetap mengerjakan ritual keagamaan seperti sholat dan lain sebagainya. 

Mereka berpendapat bahwa sholat dan ibadah lainnya tetap yang utama, kemudian bersorak dan menari bersama pada saat konser atau sedang mendengarkan musik di kamar bukan suatu hal yang dapat mengurangi keshalihan mereka. Dalam hal ini, mereka berpendapat bahwa adanya perbedaan esensi antara aktivitas menjadi penggemar K-Pop dengan aktivitas atau ritual keagamaan.

Maka dari itu, K-Pop dan produk budaya lainnya seperti K-Drama sangat diterima oleh kalangan muda Indonesia walaupun terdapat perbedaan budaya. Di sisi lain, dengan mudahnya kedua produk budaya tersebut dijadikan sebagai instrumen dalam mempengaruhi situasi pasar di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun