Mohon tunggu...
Eka WidiasariMPsiPsikolog
Eka WidiasariMPsiPsikolog Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog

Dosen Fakultas Dakwah IAIN Purwokerto Psikolog Assossiate pada Biro Psikologi Purwokerto Anggota Ikatan Psikolog Klinis Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perilaku Manipulatif pada Anak, Tanggung Jawab Siapa?

31 Agustus 2020   16:19 Diperbarui: 31 Agustus 2020   16:33 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menikmati pagi dimusim pendemi terasa berbeda, menikmati pagi dengan berolahraga terasa jamak dilakukan masyarakat saat ini. Nampaknya, burung-burungpun bebas bernyanyi sambil menikmati padi yang telah menguning ditunggui petani. 

Disini, budaya selfi makin eksis. Saat menikmati pagi saya mengamati ayah, ibu, dan anak kira-kira usia 5 tahun yang sedang berolahraga bersama didepan saya, apa yang menarik?,  

Saat melewati bentangan sawah nan luas ada pohon kelapa yang menjuntai, tiba-tiba sang ibu berhenti kemudian langsung berlari kecil kearah pohon kelapa dan meminta suaminya untuk mengambil gambarnya, setelah itu sang ibu mengajak anaknya untuk berfoto bersama, sang anak enggan untuk melakukannya, ibupun merayu "dek foto sini, nggo bukti neng bunda, telat online mergo olahraga, ben ono buktine". "Dek sini foto, untuk bukti ke bunda (guru PAUD), telat online karna adek olahraga, supaya ada buktinya". 

Sekilas kalimat itu biasa saja namun jika ditelaah lebih dalam, kita bisa melihat bagaimana seorang ibu dengan penuh kesadaran mengajari anaknya membuat alasan atas keterlambatannya masuk kelas online. Lalu, Apa makna psikologis perkataan sang ibu terhadap perkembangan jiwa seorang anak?

Pada kasus ini saya ingin membahas pengaruh psikologis kalimat sang ibu terhadap perkembangan jiwa anak dari sisi perkembangan moral anak yaitu pemahaman mengenai benar dan salah. Pada masa kanak-kanak perkembangan moral dimulai dari moral eksternal yaitu ketika individu masih kanak-kanak maka ia memiliki konsep benar salah melalui sesuatu diluar dirinya yaitu orangtua, teman dan masyarakat sekitarnya, semakin dewasa maka norma ekternal yang ia pelajari lambat laun akan menjadi norma internalnya, maksutnya norma tersebut telah menjadi nilai yang cenderung menetap bagi dirinya sendiri (Upton,P 2012). 

Pada kasus tersebut anak akan melihat apa yang disampaikan oleh sang ibu adalah sesuatu yang benar "membuat alasan keterlambatan" meskipun pada awalnya anak merasa enggan untuk melakukannya namun, jika hal tersebut tidak diluruskan bahkan diulang terus menerus maka sang anak akan merasa bahwa hal tersebut adalah suatu kebenaran hingga akhirnya anak akan memiliki sikap manipulatif seperti yang "diajarkan" sang ibu. 

Hal ini didukung penelitian yang dilakukan Dr. Ryumshina Liubov (2013) disebutkan bahwa karakteristik keluarga yang manipulatif memprovokasi perilaku manipulatif seorang anak. Sebab keluarga terutama orangtua merupakan lingkungan yang paling dekat dengan anak dalam tataran sosial masyarakat.

Apa yang terjadi jika norma yang tidak baik tersebut telah terinternalisasi kedalam diri seseorang? Maka dia akan tumbuh menjadi remaja yang sering mencari alasan untuk membenarkan perilaku salahnya agar dapat diterima oleh orang lain. 

Contohnya, saya sering sekali menemukan mahasiswa yang telat untuk masuk kelas dengan alasan rumahnya jauh dari kampus sehingga tidak memungkinkan untuk datang tepat waktu, padahal ia telat karena bangun kesiangan atau tidak mampu memanejemen waktu dengan baik. 

Ketika tidak boleh masuk kelas karena terlambat, maka mahasiswa tersebut akan menyebarkan isu bahwa dosen tidak adil, tidak mau tau kondisi mahasiswa dan lain sebagainya. 

Intinya orang lain yang salah dan dirinyalah yang benar. Beranjak dewasa tidak jarang kita mendengar janji-janji para pejabat dimasa kampanye, yang kemudian tidak pernah terealisasi, jika ditanyakan maka mereka akan menjawab dengan berbagai alasan tanpa ada rasa malu. Artinya, akibat perilaku tersebut maka tidak hanya merugikan diri sendiri namun juga merugikan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun