Mohon tunggu...
Eka Sulistiyowati
Eka Sulistiyowati Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan

aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diri dengan beramal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengenang Cinta Lama

7 Desember 2018   15:56 Diperbarui: 7 Desember 2018   16:39 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak bisa kuelakkan rindu yang memejarakan hatiku

Menapiskan semua kisahku serta statusku

Aku hanya ingin berdua denganmu

Sekedar bercengkrama mengenang masalalu

Cinta yang pernah ada

===

Pagi ini kurangkul ransel biru kesayanganku di tengah hiruk pikuk bus transjakarta. Ini adalah pertama kalinya aku menghadiri acara Kompasianival. Setelah tahun-tahun sebelumnya terlewat begitu saja. Aku suka membaca karya-karya fiksi penulis kompasiana. Sejak bergabung lima tahun yang lalu hanya sebagai pembaca aktif, bukan penulis aktif.  Baru tiga bulan terakhir ini kucoba menulis di lapak kompasiana.

Tiga bulan yang kutargetkan agar status Debutan bisa berganti menjadi  Taruna telah tercapai. Walaupun diantara banyak artikelku, hanya sebagian kecil saja yang termasuk artikel pilihan. Bahkan belum ada yang menjadi Headline.

Kulihat jam tanganku menujukkan pukul sembilan pagi. Masih belum telat, pikirku.Kulangkahkan kaki menuju Lippo Mal Kemang.

"Ganesha..."

Reflek aku menoleh kearah suara. Aku tidak mengenali orang tersebut. Kucoba mengabaikannya, namun ternyata lelaki tersebut berjalan ke arahku.

"Sombong apa lupa nih?" tanya lelaki berkulit sawo matang agak legam.

"Siapa ya?" tanyaku

Lelaki tersebut sejenak merapikan poninya. Entah mengapa diriku seperti tersedot dalam pusaran waktu puluhan tahun silam. Ya, kurasa aku mengingatnya. Dia...

"Galih Satriyo" lelaki tersebut mengulurkan tangan.

Aku tersenyum padanya, "Aduhai Galih, apa kabarmu? Lama sekali dirimu menghilang"

Lelaki itu tersenyum seraya menyambar tanganku.

Aku merasa kikuk,kucoba melepaskan genggaman tangannya.

"Maaf..." ucapnya, "Aku tahu dirimu akan datang kesini"

"Tahu dari mana?"

"Aku mencarimu"

Aku tertawa pelan. Ah, buat apa lelaki semapan Galih Satriyo mencari seorang Ganesha. Tunggu, bukankah dirinya seharusnya berada di Papua sana. Dia kan pegawai perusahaan tembaga raksasa bernama Freeport.

"Iseng saja beberapa minggu yang lalu kuketik namamu di Google lalu ketemu blogspot milikmu. Tapi rupanya sudah dua tahun ini dirimu tidak aktif menulis"

"Iya, akses blogspot diblokir di kantorku" jawabku.

"Lalu kuketik 'Akselerasi' di Google. Aku ingat dirimu pernah menjadi siswi Akselerasi saat SMA di kota Surabaya"

"Ah, bukannya dirimu juga Akselerasi di Yogyakarta, dan kita ketemu lagi di..."

"Kampus perjuangan" tampak Galih tertawa lebar, "Kamu kuliah di jurusan Teknik Mesin, konyol sekali"

Aku menatapnya tajam. Berani sekali dia mengatakan pilihanku itu konyol. Bukankah di kampus Perjuangan itu jurusan Mesin, Elektro dan Informatika selalu menjadi incaran para lulusan SMA.

"Galih ada tugas dinas di Jakarta?" tanyaku meyakinkan bahwa alasannya ke Jakarta untuk menemuiku adalah akal-akalannya saja.

"Aku benar mencarimu....aku menemukan artikel berjudul Balada Akselerasi, dan itu adalah karanganmu"

"Bagaimana dirimu yakin itu adalah aku, bisa saja itu Ganesha yang lain"

"Ganesha Prameswari, kau selalu mengabaikan feeling-ku"

"Aku hanya..."

"Ya, kamu tidak bisa mencintai lelaki yang lebih muda daripada dirimu. Aku delapan bulan lebih muda darimu, bukan?"

Aku mengangguk, "Lagipula aku sudah menikah, kamu?"

Galih menggeleng pelan, kutatap parasnya yang berubah menjadi sendu.

"Eh banyak cewek cantik di luaran sana" kataku.

"Tapi tidak ada yang semenarik dirimu"

"Baru saja kamu bilang aku konyol karena memilih jurusan Teknik Mesin"

Galih menatapku, "Ganesha, bolehkah hari ini kuhabiskan waktu bersamamu"

"Aku mau hadir ke acara Kompasianival"

"Ayolah...."

Sejenak kutatap sahabatku semasa SMP dan teman kuliahku di Kampus Perjuangan. Walaupun dirinya mengambil jurusan Elektro yang seringkali tawuran dengan mahasiswa Teknik Mesin.

"Oke...untuk tamu yang jauh-jauh datang dari Papua" kataku.

Galih Satriyo tersenyum lebar. Senyum yang sama seperti belasan tahun yang lalu. Saat aku malu-malu akhirnya berkenalan dengannya, teman sebangkuku. Dia---memang pernah ada di hatiku. Betapa tidak, dia adalah lelaki yang pandai dan sederhana. Aku menyukai caranya merapikan poninya, aku menyukai senyumnya, aku menyukai kehadirannya. Sejenak kulupakan statusku sebagai istri.

Aku akan mengenang masalaluku bersama Galih Satriyo. Sekedar mengobrol lalu menghabiskan waktu dengan makan siang berdua. Ya hanya berdua saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun