Mohon tunggu...
Eka Sulistiyowati
Eka Sulistiyowati Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan

aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diri dengan beramal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Balada Akselerasi (3)

7 Desember 2018   13:25 Diperbarui: 7 Desember 2018   14:26 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika remaja lain sedang hang-out, kami berkutat membahas tumbukan dan hukum kekekalan momentum.

Ketika remaja lain membaca novel percintaan, kami mengerjakan  reduksi oksidasi dan reaksi kimia

Ketika remaja lain sibuk bermain bola, kami membuat makalah tentang genetic dan teori evolusi.

Enam belas tahun yang lalu, di salahsatu SMA favorit Surabaya.

Andri, lelaki berkulit sawo matang tampak mengamati  juniornya yang kini sedang memimpin barisan.

"Yang tegas, suaramu terlalu lembut" kata Andri membentak perempuan itu.

Perempuan yang dibentak hanya meringis seraya melanjutkan memimpin barisan.

"Hadap kanan graaakkk..." Perempuan itu mencoba mengeraskan dan menegaskan suaranya.

Namun lagi-lagi di telinga Andri suara tersebut masih terlalu lembut.

"Pimpinan saya ambil alih seluruhnya istirahat di tempat grakk" kata Andri.

Perempuan tersebut mengernyitkan dahi, alhasil dirinya bakal tidak lulus masuk di eskul Paskibra, eskul paling hits di Smalabaya.

"Ganesha ikuti aku..." kata Andri, kemudian dirinya memberi isyarat pada temannya agar melanjutkan memberi materi baris berbaris pada junior itu.

Ganesha menurut dan mengikuti langkah Andri.

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Andri.

"Maaf Kak...Saya kurang fokus" kata perempuan itu.

"Kurang fokus? Kamu bahkan tidak fokus sama sekali"

"Maaf"

"Apa yang membuatmu tidak fokus?"

"Kak Andri"

Glek, Andri tampak bergeming. Entah apa yang dipikirkan juniornya satu ini. Beberapa hari yang lalu perempuan tersebut berbohong padanya. Perempuan itu mengatakan bahwa dirinya berasal dari kelas satu-satu. Padahal sejatinya dirinya merupakan bagian dari kelas Akselerasi. Kelas istimewa yang akan menyelesaikan semua materi SMA dalam kurun waktu dua tahun.

Kini perempuan itu mengatakan tidak bisa fokus karena kehadiran Andri.

"Apa maksudnya?" tanya Andri.

"Karena mata Kak Andri mengawasiku terus"

"Tentulah aku mengawasi, aku ingin tahu apakah kamu bisa diterima di eskul ini atau tidak"

Perempuan di hadapan Andri tampak tertunduk lesu.

"Ganesha, ada hal yang ingin kutanyakan padamu?"

Perempuan dihadapan Andri mengangkat kepala, "Tentang apa?"

"Puisi..."

"Puisi?"

"Ya, aku menemukan sebuah artikel di kotak Jurnalistik, sebuah puisi"

"Apa hubungannya dengan saya, Kak"

"Kurasa kamu mengenal penulisnya"

"Ah, mana saya tahu"

"Harus berapa kali dirimu berbohong padaku?"

"Maksudnya Kak?"

"Itu puisi buatanmu, dan siapa lelaki itu?"

"Lelaki di puisi?" tampak Ganesha gugup.

"Iya"

"Kak Andri"

"Hah..." Andri tampak terkejut, walaupun sebenarnya dirinya sudah tahu puisi itu tertuju padanya. Sejak pertemuan pertama dengan Ganesha dirinya memang merasakan hal yang berbeda. Ganesha, perempuan yang membuatnya melupakan kesedihan mendalam yang dia rasakan. Seperti tetesan embun di pagi hari, menyejukkan hatinya. Ganesha memang telah membuatnya merasakan kembali letupan-letupan cinta di benaknya. Membuatnya kerap menulis puisi dan cerpen di artikel yang ditulisnya. Ganesha memang membuat beberapa bulan ini hatinya tak lagi meradang.

"Cintai laki-laki yang lain Ganesha, jangan aku" kata Andri tegas dan meninggalkan Ganesha seorang diri.

Ada satu rahasia kecil dalam kehidupan Andri yang tak ingin diketahui siapapun. Bahkan untuk seorang Ganesha. Cukuplah kepedihan dan ketakutan dia pendam sendiri.

===

'Ganesha anakmu lucu...' komentar Andri di istagram Ganesha.

Andri ingin sekali menghapus semua kenangan atas cintanya di masalalu. Namun setiap kali melihat foto Ganesja dirinya selalu merasa bersalah pernah menyakiti hati perempuan yang dicintainya. Suatu nanti, entah kapan...Andri akan mengungkapkan mengapa hingga saat ini dirinya belum pernah merajut kasih. Bahkan di usianya yang sudah berkepala tiga belum juga dirinya menikah.

Ganesha sama sekali tidak menanggapi komentar Andri. Mungkin dirinya marah. Wajar jika dirinya marah. Namun kegelisahan di benak Andri belum juga hilang.

"Bagaimana Dok?" tanya Andri. Terasa tubuhnya begitu lemas.

Lelaki berjas warna putih menggeleng pelan, "Seharusnya Pak Andri istirahat yang cukup, bukannya malah meliput berita di Paris"

Andri tertawa sejenak, "Saya manikmati pekerjaan saya Dok"

"Tapi ini kondisi Pak Andri terus menurun"

"Apa kita sudahi saja cuci darahnya,Dok?"

Dokter Arman, yang merupakan Dokter langganan Andri dari kecil hingga dewasa mengernyitkan dahi, "Kenapa tiba-tiba tidak bersemangat?"

Andri menunjukkan sebuah foto bayi yang cantik dengan mata yang begitu cemerlang, "Kalau saja ini adalah anakku"

"Ah, patah hati rupanya" goda dokter Arman.

Andri meringis. Entah harus berapa kali lagi dirinya cuci darah. Penyakit gagal ginjal yang diidapnya dari SMP ini semakin parah.

Andri Bagaskara memang telah mendapatkan impiannya untuk berkeliling dunia. Tapi dirinya tak pernah lagi merasakan hangatnya cinta dari seorang perempuan. Ya, dirinya tidak ingin melihat seorang pun terluka karenanya. Biarkan saja dirinya hidup seorang diri, hingga nanti malaikat maut menjemputnya.

Dan tak mungkin untuk kita bersama diatas perbedaan yang slamanya mengingkari

Dan tak mungkin bila kumelepasmu, sungguh hati tak mampu

percayalah cintaku, dan tak mungkin.....

Baca juga :

1. Balada Akselerasi

2. Balada Akselerasi (2)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun