Aku bergelayut manja padanya. Pada setiap tetes-tetes hujan yang turun berirama. Kupasrahkan kakiku merasakan dingin yang sempurna. Â Hujan di akhir november. Â Hujan dikala aku jatuh cinta.
"Ari... Buruan masuk rumah. Nanti kamu kedinginan" suara ibu dari depan pintu rumah membuatku terjaga dari lamunanku tentang hujan. Â Tentang keindahan dan kenyamanan yang selalu kurasakan saat tetesan air dari tanah itu menyentuh tubuhku.Â
Segera aku menuju suara ibuku.  Masuk kamar mandi untuk  berbilas lalu minum susu jahe buatan ibuku.  Sungguh nikmat terasa.  Meski ayahku sudah lama meninggalkan kami berdua.  Kata ibu,  ayah hanya sedang mencari ketenangan diluar sana.  Entah ketenangan apa yang dirinya cari,  sehingga meninggalkan istri dan anak semata wayangnya.Â
"Kalau Ari sudah besar, Â Ari mau menikahi hujan" kataku.Â
Ibu hanya tersenyum menatapku. Â Aku memang tergila-gila pada hujan. Â Hujanlah yang setia menemani ketika aku merasa kesepian. Â Hujan yang membuat parasku dan hatiku berubah menjadi ceria.Â
===
Kini belasan tahun berlalu. Di hadapanku duduk seorang wanita sederhana. Â Tanpa riasan bedak, Â lipstik, Â maskara atau apapun yang ada di parasnya. Namun aura kecantikannya mampu aku rasakan hingga ke relung jantungku.Â
"Apa kabarmu Ari? " tanyanya.Â
"Baik"
"Sinar? "
"Baik juga. Â Maaf aku tidak mengajaknya kemari"