Mohon tunggu...
Eka Sari Pancasilawati
Eka Sari Pancasilawati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru SD yang sangat tertarik dengan perkembangan positif dunia pendidikan saat ini. Dimana kita sangat menghargai potensi diri siswa kita masing-masing untuk bisa berkembang sesuai kodratnya.(KHD)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refleksi Guru Penggerak "Tergerak, Bergerak, dan Menggerakkan"

27 Agustus 2022   07:25 Diperbarui: 27 Agustus 2022   07:25 10796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar ."Tergerak, bergerak, dan menggerakkan" sebuah ajakan positif yang selalu terngiang di telinga kami para Guru Penggerak. Pemerintah mencetuskan program Guru Penggerak sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Bahkan para pendahulu kami Guru Penggerak Angkatan 1-4 saat ini sudah berjuang di medan nyata mempraktikkan semua ilmu yang didapatkan selama 9 bulan mengikuti Pendidikan Guru Penggerak. Kami para penerusnya di Angkatan 5 saat ini "ngangsu kawruh" di PGP Angkatan 5 dan sedang berproses di modul 1.4 Budaya Positif.

Tentunya banyak hal baru yang boleh saya terima dalam berproses. Apalagi di modul 1.4 ini, banyak pengetahuan baru yang benar-benar membuka pemahaman. Mulai dari Disiplin positif, 5 Kebutuhan Dasar Manusia, 5 Posisi Kontrol Guru , dan Segitiga Restitusi untuk menyelesaikan sebuah kasus.  Seperti pengalaman saat mendalami materi disiplin positif ternyata untuk melahirkan sebuah disiplin positif ada tiga motivasi yang mendasarinya. Motivasi itu berupa motivasi ekstrinsik (dari luar) dan motivasi intrinsik (dari dalam diri). Motivasi ekstrinsik berupa rasa takut jika melanggar akan mendapat hukuman dan alasan melakukan disiplin positif karena ingin mendapatkan hadiah/ imbalan. Sedangkan motivasi instrinsik yang berasal dari diri memang didasari oleh nilai-nilai positif dalam diri individu yang melakukan. Timbul emosi berupa persetujuan tentang motivasi kita pribadi selama ini dalam melakukan disiplin positif. Melalui pemahaman ini kita akhirnya sadar jika disiplin positif harus didasari nilai-nilai positif dalam diri kita masing-masing.

 Begitu juga saat kita belajar tentang 5 Kebutuhan Dasar Manusia, melalui pemahaman ini kita menjadi paham jika ada salah satu saja dari 5 nilai ini yang tidak terpenuhi akan akan menimbulkan masalah pada anak. Oleh sebab itu kita sebagai guru harus bisa bersikap adil terhadap siswa. Setiap anak memiliki kebutuhan untuk bertahan hidup, kebutuhan akan kasih sayang dan diterima, kebebasan, kesenangan, dan penguasaan /power.

Melalui modul 1.4 ini kita juga diajak untuk menganalisa peran kontrol kita sebagai guru. Apakah berperan sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau, atau manager. Setelah mempelajari ini, saya menjadi tahu kelebihan dan kekurangan masing-masing peran kontrol. Kita sebagai guru dilatih untuk menjadi seorang manager melalui penyelesaian kasus menggunakan segitiga restitusi yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan salah, dan menanyakan keyakinan.Sehingga menghasilkan sebuah restitusi bukan hukuman atau konsekuensi.

Secara pribadi masih banyak hal yang harus saya latih terkait pengetahuan dan pemahaman baru yang saya terima dalam PGP ini. Tentunya kompetensi diri menjadi lebih dibandingkan teman-teman yang belum mengikuti GP ini. Saya berusaha agar proses belajar ini bisa melahirkan kematangan diri pribadi saya.

Menjadi pribadi yang tangguh, tergerak, mau bergerak, dan akhirnya bisa menggerakkan semua warga sekolah untuk mewujudkan visi bersama. Dengan bekal pengetahuan disiplin positif, 5 kebutuhan dasar manusia, peran kontrol , dan segitiga restitusi saya mampu mengajak rekan kerja dan seluruh warga sekolah untuk membuat perubahan ke arah positif.

Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP. "Apakah benar memberikan hukuman kepada anak? Sebelum mempelajari modul 1.4 pasti banyak diantara kita menganggap sah-sah saja jika kita memberikan hukuman pada anak. Dengan segala macam alasan pembenarnya. Namun setelah berproses menyelami dan mendalami apa itu hukuman, konsekuensi, dan restitusi tentunya kita akan memilih untuk melakukan restitusi. Mengapa restitusi? Karena restitusi dibentuk dari kesadaran masing-masing individu yang kemudian disatukan menjadi sebuah nilai keyakinan yang akan dipatuhi. Restitusi melahirkan kesadaran akan kesalahan dan menumbuhkan kesadaran untuk memperbaiki diri karena motivasi internal.

Perubahan sudut pandang seorang guru benar-benar mengejutkan saya. Apakah selama ini peran saya? Sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, sebagai teman, seorang pemantau, atau seorang menejer. Tentunya hal itu membutuhkan refleksi yang kuat dan jujur. Namun belum terlambat jika setelah mempelajari peran kita sebagai guru, kita berubah dan belajar untuk selalu menjadi menejer dalam menyelesaikan segala persoalan yang kita hadapai selama mendampingi anak-anak berproses.

Tentunya jika kita ingin lingkungan belajar kita berubah, kita harus mengawalinya terlebih dahulu. Memang tidak mudah menghadirkan perubahan baru ke arah positif. Pasti ada tantangan dan hambatan. Namun saya yakin pasti kita dimampukan untuk menjadi agen perubahan positif bagi ekosistem sekolah kita dan lingkungan sekitar kita pada umumnya. Bagiamana caranya? Tetap menjadi contoh, melakukan kolaborasi dengan rekan kerja, menjalin kerja sama dengan pemangku kebijakan di sekitar kita, serta selalu melibatkan orangtua sebagai mitra utama kita mewujudkan visi dan misi sekolah.

Membuat keterhubungan antar modul.  Pengalaman adalah guru terbaik. Kiranya hal itu benar. Pengalaman mempelajari Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara membuat saya paham jika setiap anak terlahir dengan potensinya masing-masing yang berkembang sesuai kodrat alam dan kodrat jamannya. Mereka lahir membawa goresan -- goresan potensi bukan bagai tabularasa. Tentunya seiring perjalanan mereka berproses memerlukan kita guru sebagai fasilitator yang menuntun tumbuh kembang mereka mencapai kebahagian dan keselamatan. Melalui kegiatan pembelajaran yang berpihak pada siswa, inovatif, mandiri, penuh kolaboratif, dan diakhiri refleksi sebagai bahan perbaikan ke depan.

Konsep dari modul sebelumnya menjadi modal bagi saya untuk mempraktikkan praktik baik di sekolah bersama para siswa. Mulai dari pembiasaan karakter positif sesuai keyakinan sekolah yang kita diskusikan bersama, melaksanakan proses pembelajaan yang inovatif dan aktif, membangun kolaborasi antar anggota sekolah, mewujudkan visi impian melalui tahap-tahap perencanaan BAGJA,  selalu melakukan refleksi sebagai penyadaran diri dan evaluasi untuk masukkan kegiatan berikutnya. Mari tergerak, bergerak, dan menggerakkan. Memulai perubahan dari diri kita terlebih dahulu. Memancarkan pengaruh positif pada ekosistem sekolah  sehingga menarik seluruh komponen yang berkolaborasi dnegan kita untuk bergerak membuat perubahan positif.

Penulis adalah Guru SDN 2 Ngampelkulon, Kendal dan Calon Guru Penggerak Angkatan 5 dari Kab. Kendal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun