Kementerian Agama mendapatkan alokasi anggaran senilai Rp2,59 triliun untuk membantu sejumlah pondok pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan Islam yang terdampak pandemi Covid-19.
Bantuan itu terwujud dalam bentuk BOP senilai Rp2,38 triliun dan bantuan pembelajaran daring selama tiga bulan sejumlah Rp211,73 miliar.
Tahap pertama mulai cair Rp. 930 miliar dari total Rp. 2,59 triliun. Tahap I ini akan menjangkau 9.511 pesantren dari total 21.173 pesantren.
Dalam pelaksanaannya ternyata bantuan itu tak utuh sampai di tangan si penerima. Sebabnya, dicatut dukun sunat.
Korupsi memang tak kenal wilayah. Dari tingkat pusat hingga pelosok desa, selalu ada. Ia tak pernah surut. Malah kian menggila.
Korupsi juga tak kenal waktu. Setiap saat, ketika ada peluang, yang bermental korup siap menggasak uang rakyat.
Korupsi yang terjadi di lingkungan Kementerian Agama modusnya berupa pemotongan dana alias menyunat dana Bantuan Operasional Pendidikan untuk Pondok Pesantren. Pemotongan itu diduga dilakukan 'dukun sunat' yang tak bertanggung jawab selama proses penyaluran.
Inspektur Jenderal Kemenag Dr. H. Deni Suardini membenarkan adanya potongan itu.
 "Kami melakukan investigasi terstruktur, terukur, komprehensif dan berkesinambungan," kata Deni.
Sebagai upaya transparansi, Menteri Agama sebaiknya mengumumkan secara jelas pesantren mana saja yang menerima bantuan. Sehingga anggaran negara yang dikeluarkan oleh Kemenag kepada pesantren dapat terpantau.
Karena korupsi tak kenal waktu dan tempat, maka kita harus all out  memeranginya. Kita dukung para penegak hukum dalam menangani kasus korupsi. Semoga di masa depan, negeri ini terbebas dari tindak pidana korupsi. Aamiin.- ***