Mohon tunggu...
Ekamara Ananami Putra
Ekamara Ananami Putra Mohon Tunggu... Administrasi - Sekretariat Negara RI

Seorang Insan yang Cita-citanya Terlalu Tinggi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Balai Kota yang Menggoda

18 April 2017   15:30 Diperbarui: 18 April 2017   16:01 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hari Ahad dua pekan lalu (9/4) saya dan teman beraktivitas pagi di area car free day (CFD) sekitaran Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Bagi  yang pernah indekos bareng di Yogya, suasana CFD bisa sedikit mengobati rindu dengan suasana Kota Gudeg itu. Banyaknya penjual yang menjajakan beraneka ragam jualan mulai dari kuliner, pakaian, peralatan elektronik serta kebutuhan sehari-hari lain dengan harga miring itu, menghadirkan suasana ala sunday morning (Sunmor) UGM. Sementara itu, kehadiran banyak kelompok masyarakat baik yang melakukan sosialisasi, promosi dan atraksi kesenian membawa kami dalam suasana meriah seperti di sepanjang Jalan Malioboro. Titik temu kami di Halte Transjakarta ICBC Tosari dan berjalan-jalan santai menyusuri Jalan Thamrin ke utara sampai simpang Thamrin-Medan Merdeka. Tak lupa, kami menyantap lontong sayur di kawasan Kebon Sirih untuk menjinakkan perut yang sudah mulai berontak.

Setelah sarapan, saya mengusulkan agar kami sekalian berwisata ke Bala Kota Jakarta (Kantor Gubernur) yang letaknya tidak jauh yaitu di Jalan Medan Merdeka Selatan. Saya sempat membaca di papan reklame elektronik di kawasan SCBD, kalau Balai Kota dibuka untuk umum pada hari Sabtu dan Ahad setiap pukul 08-15. Kami pun memutuskan untuk ke Balaikota, toh tidak dipungut biaya, hehe. Saat kami tiba sekitar pukul 11, sudah banyak pengunjung lain yang masuk maupun keluar. Mereka dari sisi usia sangat bervariasi mulai dari bayi sampai lansia. Kami pun masuk dengan sangat gampang, tidak ada pemeriksaan ini itu seperti lazimnya masuk ke sebuah tempat vital, cukup melaporkan diri saja di petugas jaga di pintu gerbang dan melewati rute wisata yang sudah disediakan. 

Untuk kegiatan wisata ini, gedung yang dibuka aksesnya ialah gedung utama yang bergaya Eropa-Betawi bercat putih. Setelah melewati beranda gedung, pengunjung diperbolehkan masuk ke gedung yang berlantai tiga itu. Lantai pertama berisi ruang tunggu, ruang penerimaan tamu gubernur, ruang kerja gubernur, ruang pola utama, ruang rapat terbatas dan hall. Sementara di lantai dua ada Balai Agung dan di lantai tiga berkantor sekretariat Jakarta Smart City (JSC). Kami sangat antusias untuk menjelajah gedung ini, tidak ada satu sudut gedung pun yang kami lewatkan (kampungannya kelihatan, hihi). Tidak kurang dengan kami, pengunjung lain pun tampak sangat riang dan gembira. Tidak sedikit dari mereka yang berfoto di sudut-sudut gedung dengan beragam latar seperti potret para gubernur yang pernah memimpin Jakarta. Sementara spot foto yang paling laku adalah action figure Basuki dan Djarot yang tersenyum lebar menyambut kedatangan warganya.

Dari semua titik yang bisa dikunjungi, saya paling terkesan dengan ruangan JSC di lantai tiga. Ruangan ini berbeda sama sekali dengan ruangan kerja pegawai atau kantor pemerintah yang biasa kita jumpai. Ruangan ini didesain dengan konsep coworking space yang sangat elegan dan modern dengan seperangkat kecanggihan teknologi yang ada di dalamnya. Kecuali PNS yang berjumlah empat orang saja, ruangan ini semakin menarik karena diisi sepenuhnya oleh tenaga-tenaga muda ahli sekitar 30 orang. Sekitar satu jam kami habiskan untuk berbincang-bincang dengan salah satu staf di ruangan ini saking tertariknya kami dengan bagaimana JSC bekerja. Saya pikir, konsep wisata di balai kota ini sebuah terobosan yang baik untuk masyarakat. Saya tidak yakin, apakah ada daerah lain baik provinsi atau kabupaten/kota yang punya program sejenis ini. Yang saya yakini bahwa, balai kota yang ramai dikunjungi menunjukkan bahwa tempat itu punya daya tarik yang kuat di sisi fisik maupun nonfisik.

Ya, daya tarik. Daya tarik itulah yang menggoda masyarakat untuk berkunjung ke kantor pemimpinnya. Daya tarik itu pula yang menggoda para penjual janji untuk berkompetisi meraih kursi panas di balai kota. Jakarta misalnya, esok hari akan memilih siapa penjual yang paling layak menduduki kursi nomor 1 dan 2 se-Jakarta itu. Siapa pun yang menguasai balai kota dipastikan untung dan tak akan pernah buntung selama bekerja dengan baik. Penjual janji mana yang tidak tergoda untuk meguasai tempat yang mengelola duit tidak kurang dari 70 triliun? Yang posisinya dalam protokoler negara disetarakan dengan menteri, menguasai daerah tempat perputaran ekonomi terbesar, memimpin tidak kurang dari 10 juta orang, memiliki penghasilan resmi lebih dari 700 juta sebulan. Siapa yang tidak tergoda? Bahkan, kalau anda pandai menjual janji dan punya kemampuan untuk membodohi rakyat lewat isu SARA dan pembagian sembako mungkin, anda pun tergoda untuk mencoba peruntungan. Bukan begitu?

Bukankah untuk menikmati godaan itu tidak dilarang oleh Tuhan sekali pun? Kecuali untuk mengikuti godaan setan yang terkutuk, selain dari godaan setan berarti boleh, kan? Semoga saya tidak salah. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun