Ketika Gawai Merampas Kesenangan MembacaÂ
Saya bertumbuh dengan kegemaran membaca. Dan, ini bukanlah tanpa alasan yang dipaksa tapi sebuah kebiasaan mengisi hari-hari saya.Â
Tumbuh sebagai anak yang berbeda dalam segi fisik dari normalnya anak-anak lain, Ibu menjadikan bacaan sebagai sarana menghabiskan hari-hari menyenangkan di luar sekolah. Mengalihkan pikiran saya soal keinginan bermain dengan anak-anak yang kerap mengejek. Â
Buku bisa dikatakan adalah teman yang tak menyisakan rasa sesak yang menyakitkan dari interaksi sosial anak-anak kala itu. Begitulah awal kisah yang membuat saya memiliki keterikatan akan buku dan bacaan.Â
Kesenangan menelusuri lembar halaman buku mengiringi langkah saya bertumbuh. Membaca buku memang tidak membuat saya menjadi anak yang pintar ataupun sukses dari segi finansial, namun membaca mengasah sisi humanis dan kemandirian saya dalam menghadapi ragam masalah selama ini.Â
Sayangnya, kesenangan itu dirampas oleh benda yang menjangkau dunia yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Kala koneksi bisa terhubung ke mana dan soal apapun. Pelan tapi pasti hari-hari saya dengan buku terlepas begitu saja.Â
Hingga… ada yang terasa hilang dalam diri ini. Soal kebodohan yang menyelimuti diri dan mulut yang terbata dalam merespon serta pikiran yang sulit mencerna apapun.
Dan, saya rindu bagaimana dirasuki oleh rangkaian kata di dalam lembaran buku dalam genggaman dua tangan – menyandar di bangku kereta tanpa menghiraukan suara orang-orang yang memasuki gerbong; bercengkrama dengan sunyi yang menyenangkan bersama buku bacaan.
Membaca di Kereta: Dua Dunia Menuju Satu TujuanÂ