Mohon tunggu...
Eka Herlina
Eka Herlina Mohon Tunggu... Penulis lepas

Seorang teman bagi temannya, seorang anak bagi ibu, dan seorang perempuan bagi dirinya.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Saat Suara Riuh Tawa Para Kartini dan Deru Kereta Memecah Keheningan Malam

27 April 2025   15:26 Diperbarui: 27 April 2025   15:26 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto : Suara deru kereta menemani mimpi kelas pekerja ibukota (sumber foto : Dokpri)

Mengurai Lelah, Menyulam Harapan

Hari-hari saya di Commuter Line atau Komuter terhenti sejak 2014, ketika suatu malam memutuskan untuk pulang --- meninggalkan hiruk-pikuk ibukota.

Saya memilih mendedikasikan diri di desa kecamatan di pelosok Provinsi Jambi, melepas harapan akan karir menyenangkan di kota besar, dan menyerah pada kelelahan hidup di kota nan sibuk.

Pagi saya saat itu kala menjadi kelas pekerja yang berjibaku dengan komuter diawali menanti kereta di Stasiun Pondok Cina, Depok, dan menutup hari dengan menunggu kereta pulang di Stasiun Kota. 

Aktivitas sebagai kelas pekerja saat itu mengukir banyak cerita yang hingga kini masih membekas dalam ingatan.

Saat ini saya hanya mendengar tentang komuter dari cerita-cerita viral di media sosial --- kebanyakan tentang pengalaman tak menyenangkan, terutama kasus pelecehan yang korbannya kerap adalah perempuan.

Meski sudah tersedia gerbong khusus perempuan sebagai upaya menciptakan ruang aman, rasanya itu belum sepenuhnya cukup untuk melindungi mereka.

Selain cerita sedih, tentu ada pula kelucuan tentang "keganasan emak-emak" dalam perebutan tempat duduk, yang kerap mewarnai kisah para pejuang Commuter Line.

Namun, saya tidak ingin mengisahkan itu.

Saya ingin berbagi sekelumit kenangan berkesan dari satu dekade lalu --- tentang tawa yang tetap hadir di tengah lelah, tentang perempuan-perempuan tangguh yang menyulam harapan di antara deru kereta malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun