Mohon tunggu...
Eka Ayu
Eka Ayu Mohon Tunggu... Freelancer - don't waste every opportunity

Mahasiswi Universitas KH.Wahab Hasbullah Jombang

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Harga Naik di Bulan Ramadhan

23 April 2021   11:15 Diperbarui: 23 April 2021   11:31 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Assalamualaikum Wr. Wb
Nur Ghusaain
Aktivitas rutin ramadhan era pandemi COVID-19 masih tetap berjalan seperti lazimnya, hal biasa yang sering kita temui yaitu kenaikan harga barang saat menjelang bulan Ramadhan sampai dengan saat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Fenomena tahunan ini menjadi kerap kita temui di Indonesia. Lalu, kenapa harga-harga bisa ikut naik?
Melansir keterangan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) telah melaporkan sejumlah komoditas bahan pokok alami kenaikan harga di awal bulan puasa, dalam laporannya tercatat kenaikan terjadi di seluruh wilayah Indonesia.
Mengapa harga-harga bahan pokok mengalami kenaikan? Dalam pandangan ekonomi Islam, mekanisme pasar dalam penentuan harga ini berlangsung alami. Kondisi tersebut tergantung dengan permintaan dan penawaran. Ketika permintaan naik, penawaran tetap, maka harga akan naik. Namun bila permintaan turun, penawaran tetap, harga juga akan turun.
Aktivitas pada saat ramadhan mewajibkan kita untuk berpuasa seharian, rata lamanya kira-kira 13-14 jam. Walakin, bukan berarti permintaan akan kebutuhan pokok akan menyusut. Justru, pada bulan Ramadhan, kebutuhan akan sembako atau barang yang lainnya semakin laris manis.

Penyebab kenaikan harga tersebut selain karena adanya kebutuhan bahan pokok, tentunya paling utama adalah perilaku konsumtif dan berlebihan dari masyarakat yaitu:

Pertama, jenis kebutuhan manusia sangat bervariasi satu sama lain. Tingkat kebutuhan tersebut berbeda-beda tergantung pada kelimpahan atau kelangkaan barang-barang yang dibutuhkan itu. Suatu barang akan lebih dibutuhkan pada saat terjadinya kelangkaan daripada saat melimpahnya persediaan.

Kedua, harga sebuah barang beragam tergantung pada tingginya jumlah permintaan. Jika jumlah permintaan semakin tinggi karena jumlah manusia yang membutuhkan sebuah barang semakin banyak, maka hargapun akan bergerak naik terutama jika jumlah barang hanya sedikit atau tidak mencukupi.

Ketiga, harga barang juga dipengaruhi oleh besar atau kecilnya kebutuhan terhadap barang dan tingkat ukurannya. Jika kebutuhan sangat besar dan kuat, maka hargapun akan melambung hingga tingkat yang paling maksimal, daripada jika kebutuhan itu kecil dan lemah.

Keempat, harga barang berfluktuasi juga tergantung pada siapa yang melakukan transaksi pertukaran barang itu. Jika ia adalah seorang yang kaya dan tepercaya dalam hal pembayaran utang, harga yang murah niscaya akan diterimanya.

Kelima, harga juga dipengaruhi oleh bentuk alat pembayaran yang digunakan dalam bentuk jual-beli. Jika yang digunakan umum dipakai, harga akan lebih rendah daripada jika membayar dengan uang yang jarang ada di peredaran.

Keenam, disebabkan oleh tujuan dari kontrak adanya timbal-balik kepemilikan oleh kedua pihak yang melakukan transaksi. Jika si pembayar mampu melakukan pembayaran dan mampu memenuhi janjinya, tujuan dari transaksi itu mampu diwujudkan dengannya.

Ketujuh, aplikasi yang sama berlaku bagi seseorang yang meminjam atau menyewa.
Peran lain yang ikut menentukan harga adalah para pengepul atau juga kartel. Kartel adalah gabungan beberapa produsen independen yang berusaha untuk menguasai pasar dengan cara memainkan harga dan menekan distribusi.

Cara kerja mereka biasanya adalah dengan meraup hasil panen para petani dalam jumlah besar. Akan tetapi ada sebagian pelaku kartel yang dengan sengaja jika hasil tersebut ditimbun dan disimpan sampai persediaan di pasar menipis. Maka setelah itu, mereka menjualnya dengan harga yang sangat tinggi. Niscaya, mereka akan meraup keuntungan.

Dalam konteks ekonomi, momen Bulan Ramadhan adalah “trigger” (pemicu) paling positif dalam menodorong aktivitas ekonomi secara umum. Bahkan momen ini punya andil yang sangat signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi masyarakat yang meningkat.

Dalam studi yang dilakukan oleh Nielsen Global Survey pada tahun 2016, momen lebaran mampu mendongkrak permintaan terhadap barang konsumsi naik hingga 9.2%. Permintaan yang tinggi ini tidak hanya terjadi di pasar modern, namun juga terjadi di pasar-pasar tradisional.
Dalam logika ekonomi, permintaan yang melonjak ini tentu saja akan mendorong kenaikan harga secara signifikan. Oleh karena itu tidak heran jika dalam sejarah ekonomi Indonesia, kenaikan inflasi belum pernah negatif ketika momen Ramadhan. Bahkan ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997-1998, yang diikuti dengan pendapatan nasional yang merosot, namun permintaan terhadap barang-barang konsumsi meningkat tajam.

Dalam konteks diatas, maka salah satu ancaman yang harus diantisipasi di saat momen Ramadhan adalah hadirnya para spekulan, khususnya spekulan yang berusaha memanfaatkan keadaan untuk memainkan harga bahan makanan. Hal ini dilakukan dengan penimbunan ketersediaan bahan pangan agar harga barang meningkat.
Selanjutnya, dengan jumlah dan nilai transaksi yang meningkat di momen Ramadhan maka akan berimplikasi pada permintaan atas jumlah yang beredar, yang dalam hal ini menjadi ranah Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas dalam sistem pembayaran.

Terakhir, dengan meningkatnya permintaan masyarakat di momen Ramadhan maka geliat di pasar tradisional, pasar modern dan pasar informal akan semakin meningkat. Dalam hal ini akan muncul pemain-pemain baru musiman, yang ikut menikmati profit di momen Ramadhan dalam berbagai sektor, diantaranya: kuliner, kerajinan tangan dan fashion.
Dalam mengantisipasi tantangan dan ancaman diatas maka kebijakan pemerintah harus lebih adaptif khususnya dalam mengantisipasi permintaan yang melonjak dan tingginya harga bahan pangan. Oleh karena itu, ada beberapa pos strategis yang harus dijaga, antara lain: tata niaga pangan, logistik (pengiriman barang), transportasi manusia dan sistem pembayaran.

Ada hal yang berbeda di tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya dengan tren ekonomi digital yang terjadi di berbagai sektor, seperti: transportasi (semisal dengan hadirnya UBER, GRAB dan GOJEK), perdagangan (e-commerce), keuangan (financial technology) dan pelayanan sesuai permintaan (on-demand service). Disruptions atau inovasi dalam ekonomi digital ini tentu akan mempengaruhi shaping atau model preferensi masyarakat dalam berbelanja. Oleh karena itu, jika pasar kaget tidak seramai seperti biasanya atau pasar modern tidak seramai seperti tahun-tahun sebelumnya maka dipastikan disebabkan karena “disruptions” tersebut.

Oleh karena itu, perlu menjadi perhatian para pelaku bisnis musiman untuk melihat potensi dan mengatur strategi marketing di era digital. Tentu saja, permintaan di momen Ramadhan akan terus meningkat, namun preferensi atau cara masyarakat berbelanja akan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebagai contoh, para pemain bisnis musiman dapat menggunakan media sosial dan “internet” untuk memasarkan barang-barang dan jasa yang diinginkan konsumen.

Namun hal serius yang harus terus dipantau Pemerintah adalah ancaman kenaikan harga bahan pangan dan ketersediannya. Oleh karena itu pemerintah perlu melakukan pengecekan terhadap gudang-gudang para pengepul, dan melakukan operasi pasar terkait dengan hal ini. Di tahun 2016 sebagai contoh, KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menemukan banyak indikasi permainan harga di saat lebaran, dan memberikan denda atau sanksi bagi mereka yang melanggar. Di tahun ini, tentu saja upaya tersebut harus ditingkatkan dan dilakukan oleh pemerintah dengan enforcement (penegakan hukum) yang lebih keras.

Hal yang sulit sekali terjadi di saat ini, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya adalah terkait harga biaya transportasi (pesawat dan kereta api) yang sudah memasuki era digital. Meski begitu, pengawasannya pun harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi dampak yang negatif dari para spekulan.

Terakhir, momen Ramadhan seharusnya digunakan sebagai momen untuk melakukan aktivitas ekonomi islam dengan lebih professional. Dalam hal ini, melihat potensi masyarakat muslim yang sangat besar, diharapkan momen Ramadhan akan muncul bisnis-bisnis islam yang betul-betul konsekuen melaksanakan prinsip-prinsip islam.

Sebagai contoh, sertifikasi halal untuk makanan dan minuman serta prinsip-prinsip perbankan dengan model perbankan islam. Hal ini dilakukan agar potensi masyarakat muslim yang begitu besar dapat dinikmati dalam pengembangan ekonomi islam di Indonesia. Indikasinya, perilaku sedekah, infak dan Zakat akan meningkat dengan sangat drastis, dan kesadaran masyarakat muslim untuk melaksanakan prinsip-prinsip islam akan semakin baik, seperti menjauhi gharar, maysir, tadlis, ihtikar dan lain sebagainya. Oleh karena itu, agar momen Ramadhan tidak hanya seperti tahun-tahun sebelumnya maka perlu ada perubahan yang signifikansi dalam mengelola potensi ini, termasuk melaksanakan prinsip islam dengan baik karena potensi masyarakat muslim saat ini yang makin edukatif dengan tingkat pendapatan yang terus meningkat.

(Jombang, 21 April 2021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun