Namanya kamu, kamu yang tidak benar-benar pernah aku pikirkan bagaimananya. Iya, itu kamu. Tapi kamu tidak demikian terlebih jauh tertinggal dengan bagaimananya definisi kamu terhadapku.
Namanya kamu, sebab yang menjadi perantara adalah peka, bagaimananya kamu selalu menangkisnya dengan handal. Iya, aku tahu. Karenamu tak pernah ingin relasi ini berakhir. Sejadi-jadinya kamu memilih diam tanpa adanya perlawanan atau beranjak saja dari tempat dimana kamu pijak.
Boleh jadi aku lebih condong berfikir, aku ini apanya kamu? Mungkin hanya teman sepermainan. Sayang, aku pernah mengataimu bahwa kamu hanyalah kenalanku. Memang benar terpaut jarak dan tatap muka.