Mohon tunggu...
Ei Goyan Rossy
Ei Goyan Rossy Mohon Tunggu... Lainnya - Goyan

Lagi belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Bola

Carut Marut Sepak Bola Indonesia

18 April 2021   13:31 Diperbarui: 18 April 2021   16:49 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepak bola memiliki sejarah panjang di Indonesia. Sepak bola mulai masuk Indonesia ketika negara ini masih dijajah oleh Belanda tepatnya pada tahun 1914. Akan tetapi, sejarah sepak bola modern di Indonesia baru dimulai ketika wadah bagi sepak bola Indonesia pertama kali dibentuk di Yogyakarta pada tanggal 19 April 1930 dengan pertemuan yang dilakukan oleh 7 tim, yaitu PPSM Magelang, PSIM Yogyakarta, Persebaya Surabaya, Persib Bandung, Persija Jakarta, Persis Solo, dan PSM Madiun. Seorang tokoh lulusan dari Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman bernama Ir. Soeratin Sosrosoegondo adalah aktor penting dalam sepak bola modern di Indonesia. Beliau banyak bergerilya ke beberapa kota seperti, Solo, Yogyakarta dan Bandung untuk bisa menyukseskan harapan beliau, yaitu menjadikan nusantara dengan sepak bola bukan lagi sebagai pecundang diantara negara dunia dan menanamkan bibit nasionalisme di jiwa para pemuda bangsa melalui sepakbola. Seiring berjalannya waktu PSSI kian profesional dengan mulai banyak mengikuti kejuaraan di luar negeri dan bergabung dengan AFF sebagai induk organisasi sepak bola Asia Tenggara, bergabung juga dengan dengan AFC sebagai induk organisasi sepak bola benua Asia, dan terakhir bergabung dalam FIFA sebagai induk organisasi sepak bola dunia. Oleh karena perkembangan waktu tersebut, akhirnya disebutkan bahwa "PSSI adalah satu-satunya organisasi Sepak Bola yang bersifat nasional yang berwenang mengatur, mengurus dan menyelenggarakan semua kegiatan atau kompetisi Sepak Bola di Indonesia yang sesuai dengan kerangka FIFA, AFC dan AFF"[1]. Hal barusan juga telah ditegaskan pada statuta milik PSSI. 

Tepat di tahun 2021 ini sepak bola modern di Indonesia telah genap berumur 91 tahun. Perjalanan sepanjang 91 tahun ini bukanlah perjalanan yang singkat. Sepak bola Indonesia telah mengalami berbagai dinamika dan pasang surut dalam perjalanan nya selama ini. Bahkan, hingga sampai detik ini juga sepak bola Indonesia sudah memiliki 19 ketua umum yang silih berganti setiap periodenya untuk berusaha memajukan sepak bola Indonesia. Berbagai latar belakang pernah mengisi kursi jabatan ini, mulai dari tokoh yang memiliki latar belakang sebagai militer, politisi, hingga pengusaha. Akan tetapi, tiap - tiap masyarakat Indonesia kemungkinan besar pasti sepakat bahwa selama ini sepak bola Indonesia lebih banyak mengalami surut ketimbang pasangnya dalam hal prestasi. Medali emas SEA Games tahun 1987 di Jakarta dan emas Sea Games 1991 di Manila serta beberapa kali meraih medali perak pada ajang piala AFF dirasa tidak cukup sebanding dengan dualisme yang pernah dialami oleh federasi dan pembekuan PSSI oleh FIFA sehingga efeknya berdampak kepada seluruh pihak yang berkecimpung pada sepak bola nasional.

Kondisi sepak bola Indonesia yang kian hari makin memburuk ini telah menimbulkan keresahan bagi setiap penikmatnya, termasuk bagi penulis itu sendiri. Jika kita berkaca pada negara - negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, ataupun Malaysia, sepak bola Indonesia sudah tertinggal puluhan mungkin ratusan langkah dari negara barusan. Negara - negara yang telah disebut barusan tidak lagi hanya memiliki target di ASEAN, tetapi juga sudah berani memasang target di benua Asia ataupun berusaha bersaing dengan negara lain di seluruh dunia. Banyak hal yang membuat Indonesia tertinggal jauh dari negara lain saat ini, federasi, kompetisi, dan intervensi adalah beberapa faktor dari sekian banyak faktor penghambat perkembangan sepak bola di Indonesia.

Federasi dalam hal ini PSSI yang harusnya menjadi garda utama pendukung perkembangan sepak bola Indonesia malah berperan sebaliknya. PSSI dalam perjalanannya selama ini lebih banyak menghambat dan menimbulkan masalah bagi sepak bola Indonesia. Masalah yang berada didalam tubuh PSSI ataupun masalah yang datang nya dari luar federasi sedikit banyak telah mempengaruhi iklim kompetisi sepak bola Indonesia. Banyak sudah masalah yang ditimbulkan oleh PSSI hingga membuat geram para penikmat sepak bola Indonesia. Dimulai dari mati surinya federasi ketika mendapatkan sanksi dari FIFA pada tanggal 30 Mei 2015 berupa pembekuan. Sanksi ini dampaknya jelas terlihat ketika kompetisi sepak bola lokal terpaksa dihentikan dan tim nasional Indonesia tidak dapat mengambil bagian di kejuaraan internasional. Sanksi yang diberikan FIFA kepada PSSI ini bukanlah pemberian sanksi tanpa alasan, sanksi ini dijatuhkan karena PSSI mendapat intervensi dari pemerintah berupa tidak diakuinya segala bentuk kegiatan PSSI oleh Kemenpora. Hingga setahun kemudian sanksi pembekuan oleh FIFA dicabut karena Kemenpora juga turut mencabut pembekuan PSSI. Berbagai masalah yang telah menerpa federasi juga tidak lepas dari tokoh - tokoh yang ada didalamnya. PSSI banyak dihuni oleh orang - orang yang bermasalah, sebut saja seperti mantan ketua umum PSSI tahun 2003 hingga 2011 yaitu Nurdin Halid yang memimpin PSSI dari balik jeruji besi kareana tersandung kasus korupsi pengadaan minyak goreng dan penyelundupan gula impor ilegal. Adalagi nama kontroversial lainnya yang pernah memimpin PSSI, yaitu Djohar Arifin Husin, di bawah kepemimpinan beliau liga Indonesia sukses terpecah menjadi dua dan di bawah kepemimpinan beliau juga sepak bola gajah antara PSS Sleman melawan PSIS Semarang terjadi hingga membuat FIFA dan AFC mengecam dengan keras kejadian ini. Selain kedua nama tersebut, ada satu nama lagi yang tidak boleh terlupakan, yaitu Joko Driyono. Mantan Ketum PSSI ini disebut - sebut terlibat dengan kasus pengaturan skor di Indonesia. Dugaan ini semakin kuat karena beliau menjadi terdakwa dalam kasus penghilangan barang bukti kasus pengaturan skor yang melibatkan sejumlah nama seperti Vigit Waluyo dan Johar Lim Eng. Hampir dapat kita pastikan bahwa PSSI tidak pernah menempatkan orang - orang profesional. PSSI masih kental dengan nuansa politis, banyak tokoh berebut simpati dari cabang olahraga yang paling banyak diminati ini. Oleh karena hal hal itulah sepak bola Indonesia masih lamban menuju kemajuan.

Faktor lain yang semakin membuat sepak bola Indonesia carut marut ialah ketidakprofesionalan pengelola dan pengurus dari klub sepak bola di Indonesia. Masalah keuangan dalam klub selama ini bukanlah hal yang mengejutkan, hal ini sudah menjadi berita yang lumrah didengar. Keterlambatan gaji atau tidak terbayarnya gaji pemain adalah salah satu contohnya. Terbaru ialah ketika klub legendaris sekelas PSM Makassar menunggak gaji 17 pemainnya dengan total tunggakan gaji Rp 5,3 miliar karena kasus ini Juku Eja mendapatkan sanksi dari NDRC berupa tidak bisa mendaftarkan pemainnya sehingga membuat tim berjuluk ayam jantan dari timur ini terancam tidak bisa mengikuti kompetisi liga 1 tahun 2021. Ketidakstabilan keuangan dari tim - tim di Indonesia ini terjadi karena beberapa hal seperti saat zaman galatama dan perserikatan dulu hingga tahun 2000-an banyak tim yang menggunakan APBD sebagai dana operasionalnya. Saat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2016 turun dan menyatakan bahwa "pendanaan untuk organisasi cabang olahraga profesional tidak dianggarkan dalam APBD karena menjadi tanggung jawab induk organisasi cabang olahraga dan/atau organisasi olahraga profesional yang bersangkutan"[2], banyak tim kelimpungan karena selama ini pengelolaan nya dimanjakan oleh dana APBD. Hal inilah yang seharusnya dilakukan karena sebuah tim sepak bola harus menjadi profesional dan inovatif dalam mencari sumber danaseperti dari penjualan merchandise, mencari investor, dan menggalakkan penjualan tiket. Contoh lain dari ketidakprofesionalan tim Indonesia nampak ketika hanya 6 tim yang mampu lolos dari verifikasi AFC. Hal-hal seperti legalitas, finansial yang stabil, infrastruktur, sumber daya manusia dan administrasi serta pembinaan usia dini lah yang harus dikejar oleh tim di Indonesia agar mampu lebih profesional dan mempercepat kemajuan sepak bola Indonesia.

Selain federasi dan ketidakprofesionalan tim di Indonesia, ada lagi faktor lain yang membuat membuat resah penikmatnya termasuk saya sebagai penulis, yaitu emosional yang menimbulkan konflik. Masalah yang datang nya dari dalam diri ini juga termasuk masalah yang membuat perkembangan sepak bola di Indonesia tertinggal jauh. Emosi yang tidak bisa dikelola dengan bijak oleh para pihak yang terlibat dalam sepak bola telah menjadi catatan hitam bagi sepak bola Indonesia. Problema ini banyak muncul dikalangan suporter. Mereka - mereka yang telah fanatik dalam mendukung timnya banyak mengalami fanatisme buta. Kekerasan dalam berbagai bentuk hingga kekerasan yang berujung meregangnya nyawa seseorang adalah konsekuensi nyata yang harus dihadapi di dunia suporter. Bukti nyata dari fanatisme buta ini nampak pada rivalitas antara Persib Bandung dan Persija. Pada pertandingan liga 1 2017 yang mempertemukan Persib dan Persijaini telah menelan satu korban jiwa dari kubu Jakmania. Haringga adalah korban dari emosi yang tidak bisa dikelola dengan baik oleh para suporter di Indonesia. Rentetan kekerasan dan kematian yang terjadi di dunia suporter Indonesia banyak mengundang reaksi keras dari berbagai pihak, salah satunya ialah Bambang Pamungkas. Pemain yang kerap disapa BP ini pun berujar bahwa " tidak ada satu kemenangan pun yang sebanding dengan nyawa ".

Permasahan emosi yang tidak bisa dikelola dengan bijak ini bukan hanya dialami oleh suporter para pemain juga mengalami masalah ini sehingga banyak menimbulkan kerugian bagi klub terkhusus tim nasional. Namun, untuk pemain profesional masalahnya jauh lebih kompleks, seperti mental untuk berkembang yang rendah, mindset bermain yang stagnan, ketidakprofesionalan sampai emosi yang masih meledak - ledak. Problema ini nampak ketika para pemain sepakbola Indonesia masih banyak yang enggan merantau ke luar negeri untuk mencari iklim kompetisi baru, kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk tetap bermain di dalam negeri. Para pemain profesional juga kebanyakan masih belum siap menerima perubahan strategi dan taktik dalam sepakbola, ketika pemain di luar negeri sudah banyak mengedepankan strategi dan taktik dalam bermain pemain sepak bola di Indonesia masih bermain dengan gaya yang mengedepankan stamina, fisik dan skill individu bukan bermain bersama tim. Untuk ketidakprofesionalan pemain Indonesia terlihat saat para pemain tidak mampu menjaga pola hidup nya sehingga stamina dan kebugaran pemain perlahan kendor dan habis sebelum waktunya. Permasalahan yang dialami oleh pemain profesional  dari Indonesia ini jelas berdampak langsung kepada sepak bola Indonesia, khususnya timnas Indonesia. Melempemnya timnas Indonesia di pentas internasional yang berakibat turun nya prestasi adalah resiko yang harus diterima rakyat ketika para pejuangnya dalam hal ini pemain profesional masih enggan untuk berubah ke fase yang lebih baik.

Segala carut marut yang terjadi pada sepak bola Indonesia saat ini ialah hasil yang pantas diterima oleh Indonesia atas permasalahan yang selama ini masih tidak mampu terselesaikan. Bobrok nya sistem dan pengurus federasi, klub sepak bola yang jauh dari kata profesional, fanatisme buta oleh para suporter, serta aktor utama di lapangan yang tidak bisa diharapkan adalah akar atas segala kekacauan yang terjadi saat ini. Dari gumpalan awan hitam yang masih menyelimuti sepak bola Indonesia saat ini kita tetap harus percaya masih ada secerca harapan yang menunggu kita di lain hari nanti. Kemajuan dalam sepak bola Indonesia bukanlah suatu ilusi, kemajuan masih akan kita capai dengan kerja nyata kita semua. Dapat kita mulai dengan perbaikan dari PSSI selaku kepala dilanjut dengan berbenah nya tim Indonesia untuk mencapai kata profesional setelah itu pendewasaan para suporter supaya rivalitas yang berujung kekerasan dapat menghilang hingga edukasi kepada pemain agar mampu mengejar standar terbaik dari para pemain dunia. Upaya ini harus dimulai sesegera mungkin dan satu harapan kita semua semoga esok hari kegaduhan ini dapat usai dan sepak bola Indonesia dapat maju sesuai harapan kita.

DAFTAR PUSTAKA

Virdita Ratriani. 2020. "Sejarah Sepak bola Indonesia dan Berdirinya PSSI",Kontan  diakses pada 13 April 2021 pukul 21.00

Alif Mardiansyah. 2020. "Sejarah Hari Ini -- Awan Hitam Sepak Bola Indonesia, PSSI Dibekukan FIFA", Bolasport diakses pada 15 April 2021 pukul 22.14

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun