Mohon tunggu...
Melihatketimur
Melihatketimur Mohon Tunggu... Human Resources - Adalah pergerakan mencerdakan kehidupan bangsa

Sebagian Hidup Adalah pengabdian

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Teluk Bintuni, Papua Barat, antara Industri Perikanan atau Lahan Tambang

26 Oktober 2017   12:14 Diperbarui: 26 Oktober 2017   21:15 6553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembukaan Basis Tambang Gas d Daratan sekitar Rumah Kayu Indonesia (RKI) Distrik Aroba. copyright by ummi

Statement clausal menyatakan penambangan natural gas sangat sulit, aksi itu hanya membosankan untuk alam. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa industri gas sedang berkembang di seluruh penjuru dunia. Ada beberapa alasan mengapa tren ini sekarang berkembang di Indonesia.

Pertambangan Indonesia menjadi terkenal dalam beberapa tahun belakangan ini dilihat dari industri pertambangan yang semakin meningkat di lebih banyak tempat. hal ini juga telah berkembang menjadi basis industri perdagangan berskala bisnis negara. Dilihat dari Penampilan beberapa sumur gas potensial pada industri pertambangan di Indoneia yang membuat kita tercengang.

Bukan hanya pengenai non- associated gas legendaris saja, tetapi juga muncul lokasi baru yang tersebar di Indonesia.  Salah satunya di daerah Perairan Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. Setidaknya ada beberapa alasan mengapa industri tersebut berkembang di Teluk Bintuni, pertama akan menjadi sumbangan utama APBN atau pemasukan kas negara di Indonesia. Alasan kuat kedua yakni prospek lapangan kerja. Hai ini merupakan jenis usaha lama yang bisa, meningkatkan pemasukan dari banyak pihak. Tentu juga akan singkron dengan tingkat ekonominya orang, kelompok ataupun negara, di Papua secara umum, ataupun Teluk Bintuni secara khsusus.

Menurut peta wilayah kerja migas dan rencana wilayah penawaran WK Migas tahun 2016 Kementerian ESDM untuk Teluk Bintuni akan dilakukan perluasan mencakup hampir seluruh area perairaan Teluk Bintuni. Terdapat 3 blok yang direncanakan tambahan yaitu Blok Berau, Blok Muturi dan Blok Arguni I. Area ini yang direncanakan akan menjadi penawaran konsesi terhadap pihak perusahaan pertambangan pengembang di tahun 2016.

Namun di sisi lain formasi terluas mangrove yang ada di Papua Barat hanya tedapat di Teluk Bintuni yaitu seluas 260.000 Ha. Itu artinya kawasan Teluk Bintuni memiliki luas 10 % dari kawasan mangrove Indonesia. Ini tentu mendukung tingginya potensi perikanan yang ada.

Tingginya potensi sumber daya perikanan dan padatnya hutan mangrove di Teluk Bintuni dapat menjadi sebuah pembanding isu pertambangan, karena wilayah pertambangan merupakan daerah basis udang dan perikanan lainnya. Terbukti dari aktivitas nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan yang tidak jauh dari fishing base.

Sepanjang pesisir Teluk Bintuni merupakan daerah potensial untuk aktivitas penangkapan nelayan. Salah satunya jenis udang, udang sangat dominan di perairan Teluk Bintuni. Ekosistem mangrove dengan perairan berlumpur dan sungai besar yang bermuara di teluk menjadi habitat yang baik untuk udang berkembang. Berdasarkan hasil survei dari salah satu pengumpul, produksi udang pada periode Oktober 2016 - April 2017 rata-rata dalam satu bulan nelayan menangkap 6.17-ton udang.

Dewasa ini, umumnya industri gas sebagai jawaban tepat dalam aplikasi teknologi terbaru. Namun, untuk membuka sumur gas masih menggunakan teknologi konvensional yang belum ramah lingkungan. Teknologi mengksplorgas penerapan methode sesmik, untuk mengaktifkannya saja masyarakat nelayan sekitar dilarang untuk melakukan penangkapan Ikan, tampa konpensasi. 

Menurut Rojap Solawat tahun, (2017), potensi cadangan gas alam di Bintuni mencakup area perairan yang meliputi perairan Taroi dan Weriagar. Oleh karena itu rencana pemanfaatan pertambangan akan mengalami perluasan pemanfaatan, Walaupun daerah tersebut merupakan kawasan penangkapan masyarakat, tambahnya.

Kita ketahui teknologi seismik adalah cara eksplorisasi dan eksploitasi dengan gelombang bunyi. Bunyi menimbulkan efek getaran yang menghasilkan gelombang menjalar dalam bumi, lalu alat penerima bertugas merekam gelombang tersebut. Getaran spontan memang tidak membahayakan lingkungan, tetapi jika dilakukan terus menerus, tentu mempengaruhi lingungan sekitar, khsususnya sumberdaya perikanan. Hasil rekaman yang diolah untuk mendapatkan informasi mengenai struktur, jenis, dan sifat fisika dalam batuan. Tentu akan berdampak buruk terhadap perairan sekitar.

Menurut Gausland I, (2003), sebagai umum kerusakan fisik ikan dan spesies sekitar sangat bergantung pada karakteristik suara impuls. Faktor berikut ditentukan oleh tingkat tekanan puncak Kenaikan gelombang, waktu kenaikan tekanan dan peluruhan waktu gelombang tekanan. Hal ini tentu harus menjadi pertimbangan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun