Mohon tunggu...
Egi Sukma Baihaki
Egi Sukma Baihaki Mohon Tunggu... Penulis - Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Penggemar dan Penikmat Sastra dan Sejarah Hobi Keliling Seminar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hikmah Hamdallah: Kajian Surat Al-Fatihah (2)

23 Agustus 2016   07:40 Diperbarui: 23 Agustus 2016   07:48 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kata hamd dalam bahasa Arab memiliki makna pujian. Dari akar kata ini pula kemudian menjadi bagian dari nama Rasulullah Saw yaitu Ahmad dan Muhammad. Ungkapan pujian biasanya muncul karena sebuah ketakjuban atas kekuasaan, tindakan, prilaku atau bisa juga karena fisik seseorang. Pujian bisa terucap dari mulut seseorang baik karena reflek dari rasa takjubnya, atau bisa jadi karena ingin menjilat seseorang.

Dalam term pembahasan kata حمد (hamd) tidak asing jika dijumpai pembahasan beberapa kosa kata yang memiliki kedekatan makna dengannya misalnya tsana, madh, dan syukur. Pembahasan seperti itu dapat dijumpai di beberapa kitab tafsir. Kata al-Hamdulillahidisebutkan sebanyak 27 kali di dalam al-Qur’an. Sedangkan penggunaan redaksi yang sama (al-Hamdulillahi rabbil ‘Alamin) selain di Surat al-Fatihah  juga terdapat pada QS. al-An’am [6]: [45], QS. Yunus [10]: [10], QS. ash-Shaaffat [37]: [182], QS. az-Zumar [39]: [75], QS. al-Ghaafir [40]: [65], dan QS. al-Jaatsiyah [45]: [36].

Pujian kepada Allah dalam maksud ayat ini adalah bentuk kesadaran manusia atas kekuasaan Tuhan yang menguasai dan mengatur alam jagat raya ini. Ketakjuban itu membuahkan pujian dari manusia yang merasa kecil dan hina jika harus merasa sombong atas apa yang ia miliki selama ini.  Jalaluddin as-Suyuthi (t.th: 273) dalam Tafsir Jalalain menyebutkan bahwa maksud dari kalimat hamdallahyang menjadi jumlah khabariyyah (berita) menunjukan bahwa Allah adalah Dzat yang memiliki seluruh pujian yang diungkapkan oleh makhluk-Nya.

Mengapa manusia memuji Allah?

Pujian kepada Allah bukan hanya dilakukan oleh manusia. Karena dalam hubungannya dengan ayat ini sudah menunjukan bahwa Dia adalah penguasa dari seluruh alam semesta baik alam manusia, jin, hewan, malaikat, dan alam yang belum kita ketahui. Segala sesuatu adalah milik Allah sebagaimana disebutkan dalam QS. Luqman [31]: [26], QS.  al-Hajj [22]: [64], QS. Saba [34]: [1], dan QS. al- Jaatsiyah [45]: 36]. Pujian itu disampaikan oleh seluruh makhluk ciptaan-Nya terhadap kebesaran dan anugerah yang telah dilimpahkan kepada mereka.

Allah menciptakan seluruh makhluknya dengan kondisi yang telah diperhitungkan. Mereka tidak hanya sekedar dijadikan atau diciptakan, tapi juga diberi anugerah baik itu dalam bentuk fisik maupun non-fisik. Kesadaran manusia menjadi tolak ukur sebuah pujian itu sendiri. Karena banyak manusia yang lalai, tidak menyadari terhadap berbagai anugerah dan nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Rasa kufur terhadap nikmat mengalangi hati untuk mengingat nikmat-Nya. Kebisuan dan kebutaan terhadap anugerah yang melimpah ruah dari sejak ia di dalam kandungan hingga kondisinya saat ini membuat sebagian manusia terlena dan berprilaku sombong.

Kekuasaan yang diemban bisa saja sewaktu-waktu hilang baik karena kinerja yang buruk atau dijatuhkan lawan politik. Harta yang berlimpah ruah bisa saja lenyap baik karena tertipu, dirampok atau perebutan warisan di dalam keluarga. Derajat sosial atau pangkat, gelar keartisan sewaktu-waktu akan meredup ditelan oleh zaman. Boleh jadi manusia juga memang mendapatkan pujian dan sanjungan dari manusia lainnya, akan tetapi dengan maksud atau tujuan yang berbeda serta dengan batasan waktu yang membatasi.

Sanjungan yang diperoleh manusia bisa membuatnya menjadi lebih baik lagi atau justru menjadi malapetaka. Pujian bisa memacu semangat seseorang dalam melakukan sesuatu sehingga lebih berkembang menjadi lebih baik lagi. Di sisi yang lain sanjungan dapat meninabobokan manusia hingga ia terlena dengan sanjungan itu.

Apakah Pujian hanya milik Allah?

Dalam konteks ayat itu secara leterlek kita akan memahami bahwa pujian hanya berlaku untuk Allah semata dan tidak berlaku untuk makhluk ciptaan-Nya. Akan tetapi, pengungkapan makna mendalam dari ayat tersebut bahwa segala pujian yang diucapkan oleh manusia baik itu memang pujian untuk Allah atau itu adalah pujian yang disampaikan oleh manusia untuk manusia, pada dasarnya pujian itu akan kembali kepada Allah.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur (2000:19) Semua puji yang indah hanyalah kepunyaan Allah semesta, karena Dialah sumber segala alam. Dialah yang mengendalikan, mendidik, dan mengasuh alam ini sejak awal sampai akhir. Dia pulalah yang mengilhami seseorang untuk berbuat baik dan kebaikan. Hanya untuk-Nya segala puji dan syukur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun