Mohon tunggu...
Egawan
Egawan Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Akuntansi UPI 2016

menjadi manusia yang berguna untuk sesama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Narasi Radikalisme dan Manuver Politik Sang Menteri

21 November 2019   06:18 Diperbarui: 21 November 2019   06:17 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir-akhir ini mengemuka kabar terkait dengan wacana menteri agama untuk melarang penggunaan cadar di lingkungan instansi pemerintahan, menteri agama menyatakan bahwa penggunaaan cadar itu tidak ada dasar hukumnya di Al-Quran dan Hadits dan penggunaan cadar itu bukan ukuran ketaqwaan seseorang (kompas.tv, 2019).

Bersamaan dengan hal tersebut wacana menteri agama untuk melarang penggunaan celana cingkrang pun mengemuka, alasan yang diutarakan  adalah demi keamanan mengingat peristiwa penusukan yang dialami oleh menkopolhukam sebelumnya. Akan tetapi penilaian bahwasannya orang yang memakai cadar atau bercelana cingkrang sebagai yang terpapar radikalisme atau terorisme sangatlah dangkal, dan wacana tersebut sangat berlebihan (makassar.tribunnews.com, 2019).

Hukum penggunaan cadar dan celana cingkrang dalam Islam terdapat dalam beberapa Hadits walaupun para ulama berikhtilaf terkait tingkatan dalam pemakaian cadar ada yang berpendapat wajib seperti Imam Syafii dan Hambali, ada pula ulama yang menyatakan bahwa hukum penggunaan cadar itu sunah seperti Imam Maliki dan Imam Hanafi.

Dengan adanya pendapat ulama tersebut menunjukan bahwa ada dasar yang dipakai untuk menggunakan cadar, begitu pun mengenai celana cingkrang landasannya adalah hadits nabi terkait pelarangan isbal (celana dibawah mata kaki) ketika melaksanakan sholat.

Dengan adanya wacana pelarangan tersebut bisa menyebabkan tereduksinya ajaran islam. Wacana-wacana yang dikeluarkan menteri agama sepekan setelah menjabat mengatakan bahwasannya menag akan fokus mengatasi masalah radikalisme sesuai pesan presiden. Apabila ada ASN yang tepapar paham radikalisme maka diperintahkan untuk keluar, begitu pula dengan anggota TNI yang disinyalir terpapar paham radikal diperintahkan untuk diberhentikan secara tidak hormat, akan tetapi perlakuan terhadap masyarakat umum akan dilakukan himbauan terlebih dahulu (nasional.tempo.co, 2019).

Penulis melihat sebenarnya standar seseorang yang terpapar radikalisme itu tidak jelas ukurannya dan cenderung mengarah kepada mereka yang bertentangan dengan kepentingan pemerintah atau rezim dan bahkan mengarah kepada penganut ajaran Islam yang ingin menjalankan syariatnya secara menyeluruh, sementara mereka yang jelas-jelas telah melakukan kerusuhan di Papua dan memakan banyak korban jiwa termasuk salah satunya anggota TNI. Dan bahkan secara terang benderang ingin memisahkan diri dari Indonesia tidak dikatakan sebagai kelompok yang terpapar paham radikalisme atau kemudian tidak menjadi fokus penyelesaian masalah tersebut.  

Setelah pelantikan, Menteri Agama menyatakan bahwasannya bukan menteri Agama Islam akan tetapi Menteri Agama RI yang di dalamnya ada 5 agama (nasional.tempo.co, 2019). Namun, kita bisa melihat wacana-wacana yang dikeluarkan berpotensi mendiskreditkan ajaran Islam dan narasi yang disampaikan adalah radikalisme yang mengarah kepada umat Islam atau kepada mereka yang bertentangan dengan kepentingan pemerintah.

Menteri agama pun mengatakan timnya saat ini tengah menyusun upaya-upaya penanganan radikalisme di Indonesia. Perihal ini sesuai dengan alasan pengangkatan menteri agama dari kalangan militer oleh  presiden karena dianggap mempunyai  terobosan-terobosan dalam menangkal radikalisme (tirto.id, 2019).

Selain Menteri Agama untuk menangani masalah radikalisme ditunjuk juga beberapa menteri oleh presiden, seperti Menteri Dalam Negeri dimana latar belakangnya merupakan mantan Kapolri dan mantan Komandan Densus 88 Anti Teror. Mendagri pun menyatakan telah membentuk team pengawasan hingga tingkat kecamatan untuk mencegah radikalisme (nasional.republika.co.id, 2019).

Kemudian ada Menko Polhukam yang berlatar belakang mantan Ketua MK dan Dewan Pengarah BPIP hingga saat ini lantang menyuarakan terkait masalah radikalisme, sama seperti Menko Polhukam, Menteri Pertahanan pun diberikan PR oleh menteri sebelumnya untuk menyelesaikan permasalahan radikalisme. Radikalisme ini dianggap sebagai ancaman yang luar biasa bagi Kedaulatan Negara, sehingga menteri di Kabinet Indonesia Maju terus-menerus melontarkan narasi radikalisme, sedangkan standar dari radikalisme itu  tidak jelas.

Penggunaan istilah radikalisme ini dijadikan sebagai labeling terhadap mereka yang memberikan kritik ke pemerintah, sehingga dengan pelabelan tersebut seseorang atau kelompok bisa terkena delik hukum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun