Mohon tunggu...
Ega Asnatasia Maharani
Ega Asnatasia Maharani Mohon Tunggu... Dosen - A wanderer soul

Psikolog, Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Saat ini sedang menempuh studi S3 di International Islamic University Malaysia (IIUM) bidang Clinical Psychology.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Persepsi, Sebuah Dialog antara Nalar dan Data

19 Januari 2020   15:46 Diperbarui: 21 Januari 2020   04:47 3405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi antara nalar dan membaca fakta. (sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

Keraton Agung Sejagat dan Memiles, dua kasus ini meskipun terjadi di lokasi dan pada orang-orang berbeda namun memiliki kesamaan: ada motif ekonomi di baliknya. 

Banyaknya kasus dengan motif serupa sebelumnya membuat kita tentu bertanya-tanya: kok bisa terjadi lagi? Mengapa masih ada orang bisa tertipu dengan cerita dan skema yang (bagi kita) tidak masuk akal? 

Apakah masih kurang pemahaman dari banyaknya kasus penipuan berkedok investasi sebelumnya? Mengapa orang-orang dengan status sosial-ekonomi-intelektual yang memadai masih rentan menjadi korban?

Sebelum menjawabnya,  saya ingin mengajak Anda melihat bagaimana cara kerja pikiran dalam memahami-memproses informasi, dan membuat keputusan.

Harus diakui, banyak hal keliru yang sudah terlanjur kita percayai. Prof. Bobby Duffy, penulis buku The Perils Of Perception: Why We're Wrong About Nearly Everything (2018) menjelaskan betapa mudahnya mispersepsi terbentuk oleh pikiran manusia ketika melihat berbagai peristiwa. 

Jika seseorang secara acak mengajukan pertanyaan: "apakah Tembok Besar Cina terlihat dari luar angkasa?" sementara Anda adalah bagian dari populasi umum saat ini, maka ada 50% kemungkinan Anda akan menjawab "Ya".

Jawaban ini bisa  berasal dari beberapa kemungkinan. Pertama, mungkin selama ini Anda tidak benar-benar memperhatikan data tentang Tembok Besar Cina. 

"Betapa mudahnya mispersepsi terbentuk oleh pikiran manusia ketika melihat berbagai peristiwa."

Sesekali Anda mungkin pernah mendengar tentang betapa megah-dan-panjangnya tembok itu sehingga membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk berjalan kaki menyusurinya. 

Selama data permanen tidak tersedia, Anda akan menyerap informasi ini dan membuat gambaran mental tentang ukuran Tembok Besar Cina yang sesungguhnya. 

Padahal faktanya, lebar tembok warisan budaya itu hanyalah seukuran 9 meter!. Tidak lebih besar dari rata-rata lebar rumah di Indonesia. Dengan fakta ini saja, melihat Tembok Besar Cina dari luar angkasa sudah menjadi ide yang absurd.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun