Mohon tunggu...
Ega Ariyanti
Ega Ariyanti Mohon Tunggu... Penulis - Orang biasa-biasa saja

Terima kasih atas partisipasi pembaca! Mohon kritik dan saran supaya penulis bisa lebih baik lagi :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kita Tidak Bisa Memilih Bertemu dengan Siapa tetapi Kita Bisa Memilih dengan Siapa Kita Berteman

20 Mei 2019   03:42 Diperbarui: 20 Mei 2019   03:48 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bulan puasa kali ini jika kau tau, ada seseorang yang ingin berubah. Tentunya, mengubah dirinya menjadi insan yang lebih baik. Dia tidak sendiri, dia bersama banyak orang dan banyak dukungan dari orang-orang disekitarnya.

Hari itu, pelajaran olahraga, meskipun bulan puasa, olahraga tetap ada hanya tidak seberat biasanya.
"Silahkan pemanasan kemudian lari 2 putaran." Kata Pak Hamzah.

"Ayo Man. Biasanya kamu yang mimpin olahraga." Kata Rani pada Hilman.

"Aduh gakuat Ran, rasanya haus bangettt." Kata Hilman.

Ya, hari itu hari pertama puasa sekaligus hari terakhir pelajaran olahraga karena minggu depan sudah UAS.

"Ya sudah aku saja." Kata Neo.

"Semua ikuti aku, hitungan 2x8, oke." Sambung Neo.

Rani tampak semangat dan menghitung paling kencang diantara semuanya, "Satuu, duaa, tigaa..."

Tak terasa sudah 45 menit berjalan, Pak Hamzah pun mengakhiri pelajaran olahraga dan menyuruh mereka untuk ganti baju.

"Ros, yuk ke perpus dulu." Ajak Rani.

"Ayo Ran, tapi ini sudah mau masuk pelajaran sejarah." Jawab Ros.

"Iyasi, yaudah deh. Yuk ke kelas aja." Kata Rani.

Pelajaran Sejarah kali ini sangat membosankan bagi Rani, padahal tadi semangatnya sangat menggebu-gebu.

"Kenapa Ran?" Tanya Mika.

"Gak tau Mik, pingin pulang." Jawab Rani.

"Silahkan dikerjakan halaman 25-28, begitu bel berbunyi harus sudah dikumpulkan." Kata Bu Nova.

"Ros? Nanti kamu pulang sama siapa? Sama Malik?" Tanya Rani.

Ros yang sibuk mengerjakan tugasnya hanya menggeleng.
"Ya udah nanti ikut aku ya."

Sekali lagi, Ros hanya mengangguk.

Diam-diam tanpa Rani tau, Haqi tampak memerhatikannya.
"Ehmm.." Hilman berdehem.

"Apa man?" Tanya Haqi.

"He Haq, kemarin aku nonton ustadz Quraish Shihab, tau nggak beliau jelasin apa?" Tanya Hilman.

"Apa?" 

"Kata Rasulullah Saw, jika kamu mencintai seseorang katakan padanya, 'aku jatuh cinta padamu." Jawab Hilman.

"Maksudmu?" Tanya Haqi.

"Hei, Haqi Haydar Achmad, aku yakin kau tau maksudku." Kata Hilman sambil tersenyum memerlihatkan gingsulnya.

Hati Haqi bergetar tetapi tak mampu mengatakan, entah dari mana Hilman tau, padahal ia tak pernah bercerita pada siapapun soal ini.

Bel tanda pulang berbunyi amat sangat kencang.
"Yuk Ros!"

Rani mengajak Ros ke restoran! Ros hanya mengernyitkan dahi.
"Pesen aja." Kata Rani.

Rani sudah memesan makanan pada pelayan restoran.

"Maaf Ran, tapi aku kan puasa. Emang kamu nggak puasa?" Tanya Ros.

"Sebenarnya, aku nggak pernah puasa sejak kecil. Tidak ada yang mengajarkan aku puasa bagaimana. Mama dan papa hanya sibuk dengan pekerjaan mereka di luar negeri dan kadang setahun hanya pulang 2-3x. Aku sudah mencoba untuk berpuasa tetapi selalu nggak kuat." Jelas Rani.

Ros melambaikan tangan pada pelayan restoran.
"Mas, ini saya bayar untuk pesanan tadi, tolong dikasihkan pada orang yang di depan restoran itu."
Ros menunjuk pada seorang tunawisma yang sedari tadi melihat ke arah restoran.

Pelayan itu mengangguk. Kemudian Ros mengajak Rani keluar.

Kemudian mereka berdua menuju halte di seberang restoran.
"Kita mau kemana Ros?" Tanya Rani.

"Liat aja. Nanti juga tau." Jawab Ros.

Tampak angkot jurusan Gadang lewat di depan mereka dan tentu saja berhenti. Kemudian Ros dan Rani naik angkot tersebut. Sekitar 5 menit perjalanan Ros meminta berhenti di perempatan.
"Perempatan pak!" Kata Ros.

Setelah itu mereka berdua berjalan menuju Masjid besar di dekat alun-alun kota Malang. Masjid Agung Jami'!

"Ran, aku tau, bacaan sholatmu tidak terlalu bagus, aku tau semuanya. Aku pernah melihat mu sholat sendirian di mushola dan ada beberapa bacaan yang keliru. Di tempat ini aku akan mengenalkan padamu seorang ustadzah dan aku harap kamu bisa belajar dengan baik pada beliau. Yuk masuk.." Ajak Ros.

Duduk di pojok masjid, seorang wanita dengan hijab syar'i berwarna hijau tengah membaca Al-Qur'an dengan sangat lirih.

"Assalamualaikum ustadzah.." Sapa Ros.

"Waalaikumsalam, loh Rosyanti, kenapa nak.. ayo duduk." Jawab ustadzah Hanim.

Ustadzah kemudian menutup bukunya dan menanyakan perihal murid kesayangannya sewaktu di pondok dulu.

"Ada apa gerangan Ros?" Tanya ustadzah.

"Ini ustadzah, perkenalkan teman saya, Rani. Dia ingin belajar agama. Barangkali ustadzah bisa membantu." Terang Ros.

Kemudian ustadzah dan Rani berbincang panjang lebar mengenai masalahnya.

"Ustadzah, punya ide bagus. Inikan bulan Ramadhan, pasti banyak pesantren yang membuka 'pesantren kilat', kamu pergi saja ke Pesantren Nurul Huda, kamu ikut pesantren kilat disana. Nanti biar ustadzah tuntun bagaimana bagaimananya." Kata ustadzah.

Rani mengangguk kemudian memeluk ustadzah. Ros tersenyum.

Keesokan harinya, di sekolah, Rani menggunakan hijab.

"Ran, cantik bangettt!!!" Puji Mika.

"Hehe, makasih Mik." 

Haqi memandang Rani dari bangkunya kemudian teringat perbincangannya dengan Hilman.
"Astaghfirullahaladzim." Ucapnya lirih.

Ros tidak masuk sekolah, ia sudah mengatakan itu pada Rani, karena ia harus menjemput ayahnya di bandara.

"Haq, cantik tuh dia, ngomong gih." Desak Hilman.

"Uskut!" Kata Haqi.

Uskut, maksudnya adalah diam, bahasa arab.

Sepulang sekolah, Rani pergi ke Pesantren Nurul Huda dan sudah di tunggu ustadzah Hanim disana.

Kemudian mereka masuk ke kantor TU pesantren tersebut dan mengisi formulir pesantren kilat.

"Ustadzah harap kamu betah disini. Bismillah ya, semoga istiqomah. Kamu tetep bisa sekolah kok. Nanti bisa diantarkan mobil pesantren atau naik angkot. Sebentar lagi juga libur kan?" Kata ustadzah.

"Nggeh ustadzah."

Tak terasa sudah dua minggu Rani di pesantren dan tampak jelas perubahannya. Kini ia mengaji meskipun masih terbata-bata. Tetapi ia tidak menyerah begitu saja. Ia terus berusaha.

"Alhamdulillah ya Ran, sekarang ngaji kamu lumayan bagus. Bacaan sholat mu juga sudah bagus. Ustadzah harap bisa ditingkatkan lagi ya nak." Kata ustadzah Hanim.

Ustadzah Hanim mengajar di Pesantren Nurul Huda, jadi beliau sendirilah yang mengajar dan melihat seberapa jauh perkembangan Rani.

Kini senyum Rani selalu memancar aura yang tak biasa.

"Ustadzah, selepas hari raya, saya mau meneruskan mondok saja. Saya senang disini, banyak yang mengajarkan saya banyak hal. Serta hati saya tenang sekali. Dulu, saya selalu menyalahkan orang tua saya atas apa yang terjadi pada saya. Sekarang saya tau, mereka melakukan ini untuk saya. Saya harus tetap berfikir positif." Kata Rani.

"Iya nak, Alhamdulillah."
Kemudian ustadzah memeluk Rani.

"Saya juga sangattttt berterimakasih pada ustadzah, seandainya tidak ada ustadzah saya tidak tau harus bagaimana." Kata Rani.

"Bukan nak, kamu harus berterimakasih kepada Allah karena sudah dipertemukan dengan orang sebaik Ros yang mau mengantarkan kamu kesini, bertemu ustadzah dan akhirnya mondok disini." Kata ustadzah.

Kemudian, keduanya tersenyum dan menantikan Ros yang tadi mengirim pesan akan mengunjungi Rani.
***

Lima tahun lamanya Rani berada di Pesantren Nurul Huda. Kini ia akan segera menikah dengan anak Kyai dari pondok tersebut. 

Kau tau siapa anak Kyai itu? Ia adalah Haqi Haydar Achmad, teman kelas Rani yang dulu diam-diam memerhatikannya dan mencintainya dalam untaian doa-doa.

Ia tau Rani berada di Pesantren setelah setahun Rani disana. Ya, karena ada batas antara laki-laki dan perempuan, Haqi baru tau ketika Rani yang membacakan tilawah Al-Quran ketika acara pondok sedang berlangsung.

Kini, yang dulu ia impikan akan segera bersanding dengannya.

Kau tau? Tentu tidak. Jalan cinta tidak ada yang tau bagaimana akhirnya. Jalan hidup juga, barangkali, ada seseorang yang ingin berubah menjadi lebih baik, temanmu, keluargamu, siapapun itu, berilah ia dukungan, supaya langkahnya yang diawali keraguan menjadi penuh kepastian. Karena hal yang baik InsyaAllah akan berakhir dengan baik pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun