Zaman sekarang , kecepatan persebaran tulisan-tulisan melalui media sosial memang sangat luar biasa seperti kilat. Tulisan yang tersebar didalamnya pun beragam. Banyak media sosial yang kini telah digunakan sebagai media untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi masyarakat.Â
Mudahnya penyampaian aspirasi terkadang berakibat tidak sedikit masyarakat yang menyelewengkan kebermanfaatan dari suatu media tersebut. Media sosial misalnya, kebebasan berpendapat dan menulis keluh kesah berujung pada hujatan-hujatan yang berujung seperti melakukan pembullyan.Â
Tidak sedikit diantara masyarakat yang menghujat dan menjelek-jelekkan pemerintahan. Bukan dalam bentuk kritik yang dituliskan secara baik-baik dan bersifat membangun, namun seringkali ditemui banyak perkataan-perkataan yang beresiko menyebabkan munculnya stigma.
Banyak masyarakat yang menghujat dan mengatakan bahwa sekarang pemerintah tidak becus, tidak bermoral, tidak mengutamakan kepentingan rakyat, banyak program kerja yang gagal, lapangan kerja kurang ,dan lain sebagainya. Namun, haruskah kita hanya menuntut?Menuntut segala hak tanpa menjalankan kewajiban? Sudahkah kita bermanfaat bagi Indonesia? Sesekali bolehlah kita intropeksi diri. Sudahkah kita merubah diri sendiri? Sudahkah kita bermanfaat bagi negeri?
Ketika kita menghujat pemerintah, dan menuntut pemerintah untuk membuka lapangan kerja. Yang kita lakukan hanya berdiam saja, bermain game,main,pulang,makan,bersantai. Lalu darimana negeri ini bisa berubah?
Sesekali bolehlah kita intropeksi diri , berkaca , sadar terlebih dahulu pada kemampuan kita,skill, etos kerja, pengetahuan, kecakapan kita. Dan tolong teman-temanku netizen, memimpin kelas saja bukan hal yang mudah!susahnya minta ampun! , apalagi memimpin INDONESIA RAYA MERDEKA MERDEKA.
Ayolah, kita bebas mengekspresikan diri, bebas berpolemik pada kubu manapun, bebas memilih siapapun, mendukung partai apapun, tapi ingat! tentu jangan pernah dilupakan. INDONESIA adalah kita, dinamika pasti ada, jangan mau multikultural kita dijadikan sebagai tunggangan untuk memecah belah. Apalagi kepentingan-kepentingan politik yang mencari celah keuntungan dari riuhnya multikultural kita.