Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Amanda Gadis Pemberontak (Bagian 3)

9 Maret 2021   04:36 Diperbarui: 9 Maret 2021   04:36 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gadis. (Foto: Ohurtsov/Pixabay)

Perkelahian dimulai tanpa peringatan, siswa dengan ciri-ciri tidak jelas tersungkur di depan warung. Dia bukan bukan murid dari sekolahku, yang pastinya logo di pundak kanan seragamnya telah menjelaskan itu. Empat lawannya juga tidak kukenal. Mereka leluasa menginjak dan mendorong kepalanya terantuk ke tiang kayu.

Murid malang itu mengerang keras dengan susah payah berteriak minta tolong menahan tendangan bertubi-tubi. Amanda di seberang mejaku terlihat panik sehingga menaikkan naluriku untuk melakukan sesuatu. 

Aku memegang tangan dia supaya merasa tenang, tetapi balasan dia berlainan. Dia menepis dan memandangku tajam. Aku mengangkat kedua tanganku untuk memberitahu bahwa aku tidak ingin mengganggunya.

Kami duduk di sini tanpa tahu harus terlibat apa untuk menengahi perkelahian tersebut. Sementara si bocah terus mendapat pukulan dan tertawaan. Perlawanan yang jelas tidak akan sanggup diladeni seorang diri, mukanya babak belur dimangsa lawan yang gelap mata bercampur kepuasaan.

"Anak yang celaka, mau saja dijebak temannya untuk menguntit di tempat ini. Apa dia temanmu?" ujarku ke Amanda.

"Nggak. Mungkin dia bukan mata-mata, hanya salah sasaran dan nggak tahu apa-apa."

Gema teriakan korban yang tidak henti-hentinya melayang akhirnya meluncur ke seberang, terdengar kepada murid-murid lainnya. Serangan balasan akan tiba. Satu, dua sampai tidak terhitung banyaknya murid berjalan, sebagian lain datang mengendarai motor. Mereka beriring-iringan menunggu aba-aba dengan mengambil jarak dari TKP.

Kedatangan mereka terlambat, tabiat yang sudah ditebak. Sebab menjadi percuma, murid tambun yang jadi bulan-bulanan tadi tidak mampu bangkit dengan sekujur darah mengalir dari dahi.

Raungan knalpot motor memancing teman-temanku yang sedari awal duduk di bagian belakang kedai berhamburan.

Amanda bergegas bangkit dari peraduannya, keluar tanpa mengucapkan apapun. Aku mengikuti dia, menjaga manakala kerumunan lelaki akan menyahut dan menggodanya. Cuaca panas dan arena pertempuran membuat siapapun akan bertingkah seperti binatang liar yang siap menyergap dengan nafsu kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun