Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Alasan Indonesia Butuh Impor dan Harus Pakai Produk Asing

8 Maret 2021   01:14 Diperbarui: 8 Maret 2021   02:01 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendag 2019-2020 Agus Suparmanto menandatangani Perjanjian RCEP disaksikan Presiden Joko Widodo, Minggu (15/10/2020). (Foto: Kemendag via Kompas.com)

Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan penurunan defisit tersebut sejalan dengan kinerja ekspor yang terbatas akibat melemahnya permintaan dari negara mitra dagang terdampak pandemi Covid-19.

"Di tengah impor yang juga tertahan akibat permintaan domestik yang belum kuat," kata Erwin dalam keterangan tertulis, Jumat, 19 Februari 2021.

Konteks kalimat "benci produk asing"

Bila memperhatikan konteks mengapa Presiden Jokowi mengatakan membenci produk asing, maksud ucapannya dapat merujuk pada produk yang diniagakan melalui e-commerce.

Menteri Perdagangan M Lutfi mengatakan ungkapan Presiden adalah bentuk kekecewaan terhadap adanya praktik tidak adil dalam perdagangan digital terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Barang impor murah dapat mengarah ke predatory pricing yang tentunya akan membunuh kompetisi dan pesaing.

Dampaknya bila industri lokal sudah kolaps, maka ancaman terburuknya adalah PHK terhadap tenaga kerja. Dampak seterusnya, setelah pasar berhasil dikuasai, maka pelaku predatory pricing akan leluasa untuk menaikkan harga.

Mungkin orang beranggapan bahwa ungkapan benci produk asing dimaksudkan untuk melecut meningkatkan kualitas produk dalam negeri. Artinya, peran pemerintah lebih besar karena kewenangannya mampu menghubungkan lintas sektor.

Biasanya bila industri lokal sudah berdarah-darah, mereka akan mengajukan tindakan pengamanan dan perlindungan seperti bea masuk anti-dumping atau safeguard ke Kementerian Perdagangan.

Langkah apa yang harus dilakukan?

Sebenarnya, isu semacam ini sudah muncul sejak 2 tahun silam. Barang impor dari e-commerce sangking kelewat murah mengancam pelaku usaha dalam negeri.

Kementerian Keuangan melalui Ditjen Bea Cukai akhirnya memperbarui kebijakan ambang batas pembebasan bea impor via e-commerce.

Sebelumnya pembebasan bea masuk berlaku untuk barang seharga USD 75 atau setara Rp1.050.000 tetapi akhirnya diperbarui menjadi USD 3 atau setara Rp42.000. Artinya, barang impor dari e-commerce di atas USD 3 akan dikenakan tarif pajak dan bea masuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun