Pada tulisan sebelumnya di sini, saya mengajukan pertanyaan kemana arah Partai Demokrat setelah isu internal selesai? Partai Demokrat selama ini bukan koalisi pemerintah dan juga sulit didefinisikan sebagai oposisi pemerintah.
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dua hari lalu menyampaikan beberapa poin yang menyiratkan perjalanan partai mengarungi dinamika politik nasional.
Dalam pernyatannya, SBY mengatakan Demokrat tidak akan bisa mengimbangi kekuatan koalisi pendukung Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Sebagai partai politik yang berada di luar pemerintahan, tidak berada dalam koalisi pemerintahan Presiden Jokowi yang sangat kuat, kita tidak mungkin bisa mengimbanginya," kata SBY mengutip Kompas.com.
Koalisi saat ini adalah PDI-P, Gerindra, Golkar, Nasdem, PPP, PKB dan PAN. Jumlah kursi mereka di parlemen sulit diimbangi Demokrat dan PKS.
SBY mengatakan Partai Demokrat kerap kalah suara ketika membahas kebijakan di DPR. Omong-omong, koalisi gemuk sebenarnya pernah terjadi semasa SBY menjadi Presiden RI.
Sekarang, Demokrat dan PKS menjadi partai di luar pemerintahan Jokowi. Berada di luar pemerintahan tidak menandakan bahwa mereka oposisi.
Memang oposisi tidak dikenal dalam konstitusi. Namun, secara riil, oposisi sangat diperlukan untuk kehidupan demokrasi dengan bertindak pengawas.
Tidak mengherankan bahwa kurangnya oposisi membuat pembahasan UU berlangsung mulus, misalnya UU Cipta Kerja yang ditolak masyarakat. Rakyat semakin skeptis terhadap partai yang terang-terangan tampil memperjuangkan kepentingannya.
Di satu sisi, partai tetap memerlukan dukungan rakyat. Semua partai membutuhkannya apalagi jelang Pemilu.