Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

3 Pelajaran Terbaik Krisis Mati Lampu di Texas untuk Orang Indonesia

21 Februari 2021   22:49 Diperbarui: 23 Februari 2021   08:22 1177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Blackout di Texas, 17 Februari 2021. (Foto: Chris Rusanowsky/ZUMAPRESS/Newscom)

Pernyataan Greg Abbott menyalahkan energi terbarukan dianggap keliru. Presiden Dewan Listrik Texas ERCOT menjelaskan pemadaman panjang ini disebabkan karena operator harus bertindak cepat untuk memangkas jumlah daya yang didistribusikan, laporan Texas Tribune.

Infrastruktur tenaga listrik rusak akibat membeku. Pasokan energi turun drastis.

Bila pembangkit listrik dipaksakan bekerja melayani lonjakan permintaan daya listrik, maka skenario terburuknya adalah gardu induk meledak dan membuat pemadaman listrik lebih panjang hingga berbulan-bulan.

Jika jaringan benar-benar mati, kerusakan fisik pada infrastruktur bisa memakan waktu berbulan-bulan untuk diperbaiki.

Dengan pasokan yang tidak mencukupi, ERCOT tidak punya pilihan lain selain pemadaman listrik. Texas memang kaya gas alam, tetapi semua pembangkit listrik mereka tidak dirancang untuk menghadapi cuaca esktrem.

Jaringan pipa, kincir angin dan pembangkit listrik dari batu bara serta matahari tidak mampu beroperasi di bawah suhu nol derajat Fahrenheit.

Lori Bird, pengarah US energy program di World Resources Institute, mengatakan pendapat Gubernur Abbott menyalahkan turbin angin dan tenga surya adalah langkah politik.

Yang sekarang dibutuhkan, kata Bird, adanya persiapan yang lebih baik supaya kejadian seperti ini tidak terulang. Sebab, blackout kali ini lebih disebabkan kegagalan semua sumber pembangkit listrik, entah itu dari gas, angin, nuklir ataupun batubara, sangat rentan terhadap keadaan ekstrim.

PT PLN Persero sendiri sekarang masih bergantung besar pada batu bara untuk menggerakan sebagian besar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Batu bara adalah energi fosil.

Mengutip CNNIndonesia, berdasarkan bahan paparan PLN kepada Komisi VII DPR pada November 2020 lalu, porsi PLTU mendominasi sebesar 50,4 persen atau kapasitas 31.827 MW. 

Kemudian ada pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 12,6 persen atau kapasitas 7.992 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) sebesar 10,7 persen atau kapasitas 12.137 MW.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun