Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Membedah "Sakit Menahun" Industri Baja Nasional serta "Obat" Jangka Pendeknya

25 Januari 2021   15:52 Diperbarui: 27 Januari 2021   11:12 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Material bangunan pabrik terdiri dari produk baja. (Foto: Pixabay)

Direktur Public Relations PT Gunung Raja Paksi Tbk Fedaus, menanggapi permohonan perpanjangan safeguard menjadi terlambat karena perusahaannya fokus pada kondisi karyawan selama pandemi Covid-19, laporan Kontan.co.id, Rabu, 20 Januari 2021. 

Untuk diketahui, PT Gunung Raja Paksi Tbk adalah salah satu perusahaan yang memperoleh fasilitas safeguard untuk I-H section (H-beam) sejak 2018.

Menurut Fedaus, safeguard mensyaratkan perusahaan masih mengalami kerugian sehingga membutuhkan proteksi dari pemerintah dan adanya investasi yang masih belum selesai. Tenggat waktu, menurutnya, adalah syarat ketiga. Karena itu, dua syarat selain tenggat waktu seharusnya dapat diperhatikan.

Menyadur laporan Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) yang dipublikasikan 7 Desember 2020, banjir impor baja mempengaruhi rendahnya tingkat utilisasi industri besi dan baja nasional sampai di bawah 50 persen. 

Angka ini sangat memprihatinkan karena jauh dari tingkat utilisasi ideal sebesar minimum 80 persen untuk menghasilkan sustainable profitability.

Sebenarnya, masalah yang mendera industri baja nasional telah berlangsung dalam kurun waktu panjang sekitar satu dekade terakhir. 

Dari sekian tantangan seperti harga gas industri, tenaga kerja, membanjirnya produk baja dari China kerap memusingkan pengusaha besi dan baja. 

Kebanyakan produk impor tersebut merupakan produk baja hilir yang sering digunakan masyarakat dan proyek pembangunan. Murahnya harga baja China menyebakan produsen lokal harus tergagap menyainginya. 

Namun, sebelum menyalahkan bahwa produk lokal lebih mahal dari produk China, ada baiknya mengambil prasangka baik. Pelaku industri besi dan baja tersandera dalam masalah inefisiensi seperti harga energi, lingkungan, dan inovasi yang harus dikembangkan. 

Sedangkan China adalah produsen baja terbesar dunia yang mengisi 50 persen produksi baja dunia. Para produsen dan eksportir di sana juga diberikan kemudahan oleh negaranya dengan pelbagai kebijakan subsidi, antara lain energy subsidies, loan interest subsidies, direct financial grant, direct cash grants, equity infusion, tax break, tax rebate, dan land acquisition, mengutip laporan IISIA.

Menurut data BPS, pada semester I-2020, neraca perdagangan baja nasional mengalami defisit USD 884 juta atau turun 63 persen dari periode tahun sebelumnya sebesar USD 2.047 juta. Sedangkan, dari sisi volume, defisit neraca perdagangan mencapai 2.805 ribu ton atau turun 40 persen dibandingkan semester I 2019 yang mencapai 4.745 ribu ton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun