Generasi millenial kerap dipandang dengan dua sisi berlawanan sebagai pribadi baik dan buruk. Ia dibanggakan karena memiliki kreatifitas, sedangkan di sisi lain, ia dicibir lantaran pemalas dan rendahnya loyalitas kerja (work engagement).
Konon, pekerja millenial (kelahiran 1981-1996) tidak pernah betah berlama-lama dalam satu pekerjaan alias tingkat turnover-nya cukup mengkhawatirkan. Kondisi ini menjadi pertanyaan dalam beberapa tahun terakhir.
Konsultan Deloitte Indonesia dalam laporannya berjudul "Millennials in Industry 4.0: A Gift or a Threat to Indonesian Human Resources?" pada 2019 lalu menyebut tingkat turnover industri di Indonesia di atas 10 persen, begitu juga di start-up.
Berbagai cara dilakukan supaya manajemen SDM mempertahankan pekerja millenial mereka. Wisudho Harsanto, praktisi human resource yang juga Direktur RS Puri Bunda Hospital pernah merasakan pengalaman berhadapan dengan pekerja millenial.
Segala cara digunakan Wisudho untuk mempertahankan karyawan millenial. Salah satunya di mana dia menawarkan program perumahan bagi karyawan beserta car ownership plan (CoP), dengan cicilan 15 tahun untuk rumah dan 5 tahun untuk mobil.
Tetapi, penawaran itu tidak terlalu dipikirkan oleh karyawan. "Apakah Bapak mengira saya akan bekerja selama itu?" katanya mengulangi jawaban si karyawan sebagaimana dikutip. Si karyawan mengatakan mungkin dia hanya bekerja tidak lebih dari dua tahun.
Kehilangan karyawan merupakan gejala tidak mengenakan bagi perusahaan manapun, apalagi jika ia adalah orang-orang yang memberikan kontribusi besar dan "aset" kepada perusahaan.
Apa yang ditemukan HRD secara memilukan dirasakan oleh pekerja millenial. Ledekan terhadap pekerja millenial menggema kuat di tengah masyarakat.
Para orang tua yang disebut generasi baby boomers (kelahiran 1946-1964) memiliki tolok ukur untuk menilai pencapaian terhormat seorang manusia dari besarnya pendapatan termasuk pula loyalitasnya terhadap pekerjaan.Â
Mereka beranggapan pekerja dalam masa setahun-dua tahun atau lima tahun sering dianggap tidak tahu bersyukur. Sudah dapat pekerjaan bagus, malah ditinggal.