Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies Positif Covid-19, Menanti Akhir Polarisasi Politik

2 Desember 2020   01:20 Diperbarui: 2 Desember 2020   03:01 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cuplikan video Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberi kabar dirinya terkena Covid-19. (Foto: Instagram/aniesbaswedan)

Anies Baswedan hanyalah satu dari 34 Gubernur provinsi di Indonesia yang memiliki kewenangan untuk mengatur daerah kekuasan masing-masing. Tetapi, dalam kurun waktu dua pekan belakangan, Anies telah menampilkan dirinya menjadi episentrum dalam menggerakkan dinamika politik nasional.

Politik dengan beragam definisinya selalu diawali dengan bahasa. Media sosial seperti Twitter, Instagram, dan Facebook memberikan ruang untuk memperbincangkan Anies Baswedan. 

Ketika ia hadir menyambut Habib Rizieq Shihab (HRS) pada 10 November 2020 lalu, pembacaan politik terhadap dirinya semakin menguat bahwa dia merupakan pembela dari HRS yang secara terang-terangan telah dianggap sebagai Imam Besar umat Islam.

Pengaruhnya begitu tinggi meski sebelum kepulangan HRS, Menko Polhukam Mahfud MD memberikan pernyataan bahwa jumlah pengikut HRS sedikit dan menganggap isu kepulangannya sebagai urusan pribadi HRS dan pemerintah Arab Saudi. 

Momentum penyambutan HRS setidaknya telah menularkan pengaruh besar kepada Anies Baswedan.

Tidak dapat dipungkiri pula, pengaruh besar itu ditangkap secara berlainan oleh pemerintahan pusat. Anies diperiksa terkait hajatan HRS oleh Polda Metro Jaya dalam selama masa pandemi Covid-19 sampai ancaman sanksi dari Kemendagri.

Tetapi, untuk hal sederhana sekalipun, dia berhasil menciptakan keriuhan di negeri ini dengan postingan foto dirinya sedang membaca buku "How Democracies Die" pada Minggu, 22 November 2011, pagi.

Pembicaraan adalah modal besar terhadap Anies. Sejak dia diperbincangkan, apa yang muncul darinya diketahui dan dikenal yang disempurnakan dengan respon dari masyarakat, entah mereka itu pendukung atau pembenci dirinya. 

Kesimpulan dari ini semua ialah wacana dari dia terus direproduksi, tetapi dengan kecenderungan polarisasi politik yang membelah pandangan masyarakat.

Kita meyakini bahwa muara polarisasi itu terbentuk dari Pilkada DKI Jakarta 2017 ketika Anies kala itu berhadapan dengan Ahok memperebutkan kursi nomor satu di Jakarta. 

Kampanye bernuansa agama memuluskan langkah Anies dan wakilnya Sandiaga Uno melanggeng ke Balai kota, sementara Ahok harus berhadapan ke muka hukum untuk mempertanggungjawabkan laporan penistaan agama dari ucapannya di hadapan masyarakat di Kepulauan Seribu.

Politik identitas itu terbentuk. Agama mendapatkan porsi terbesar dalam diskursus politik, menarik lebih banyak orang Indonesia untuk membedahnya. Tidak ada yang salah dalam memasukkan nilai religius dalam kepentingan politik. 

Realita yang sangat luas ini mempersilakan itu semua, hanya saja tidak dapat dipungkiri dengan kejujuran hati bahwa kondisi itu dapat menghambat partisipasi luas masyarakat dari mereka yang berbeda agama.

Citra agama sudah terlanjur melekat kepada Anies Baswedan, nuansa yang sangat kontras manakala ia menjabat sebagai Menteri Pendidikan Indonesia dari 2014-2016 di periode pertama Presiden Jokowi.

Tiga tahun berlalu, Anies harus menangani masalah pandemi Covid-19, sakit yang telah menyebabkan ratusan ribu orang meninggal dunia termasuk Sekretaris DKI Jakarta Saefullah pada 16 September 2020 lalu. PSBB sedari awal dibuat untuk membendung penyebaran virus antarmanusia meski sekarang pandemi masih bergentayangan.

Berita yang tidak terduga pun tersiar pada Selasa, 1 Desember 2020, memberitahu bahwa Anies Baswedan positif Covid-19, menyusul sang Wakil Gubernur Riza Patria beberapa hari sebelumnya.  

Kabar itu disambut dengan ribuan tweet dengan beragam eskpresi terhadap dirinya. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo melalui akun Twitter-nya menyampaikan dukungan semangat kepada keduanya dan berharap kesembuhan mereka.

Ungkapan lara dan bentuk dukungan disampaikan warganet lain yang tersiar tanpa menggunakan ekspresi keagamaan.

Dan di antara rimba-rimba cuitan, terdapat juga ucapan yang tendesi menunjukkan kebencian kepada Anies. 

Cuitan tersebut sedikit, tetapi karena ia berada dalam ruang atau platform yang sama dengan cuitan menyejukkan, ini memperlihatkan ketimpangan dan menyisakan pertanyaan besar di bulan penutup tahun. 

Momentum untuk memperbaiki iklim politik yang carut-marut akibat polarisasi bisa dirusak dengan kehilangan empati terhadap lawan yang tubuhnya sudah tidak berdaya. 

Perbedaan politik itu harus menyisakan satu ruang toleransi untuk memberikan kesempatan munculnya diskursus baru, keluar dari pandangan mainstream yang menjenuhkan. 

Tokoh-tokoh politik lain harus berani memperlihatkannya ke hadapan publik. Kesejukan tidak mengenal gengsi. Ini akan menjadi titik balik setelah kesembuhan Anies dari penyakitnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun