Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ungkapan Terindah untuk Menengahi Isu Golput Jelang Pemilu 2019

24 Maret 2019   03:16 Diperbarui: 24 Maret 2019   03:50 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Data KPU menunjukan, pada pemilu 2004 angka golput mencapai 23, 3 persen. Pada pemilu 2009, angka golput mencapai 27,45 persen. Dan pada pemilu 2014, angka golput mencapai 30,42 persen.Selain alasan ideologis, persoalan seperti minimnya informasi, lokasi TPS yang jauh dari lokasi pemilih menjadi faktor lain yang memaksa orang harus golput.

Namun, dengan kondisi saat ini, mari kita berpikir rasional atas fenomena golput. Jika mendasarkan pada faktor ideologis dan rekam jejak, golput adalah sebuah kemunduran nalar berwarganegara.

Suka atau tidak, pada kenyataanya, Indonesia akan dipimpin oleh Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024. Eksistensi negara terpenuhi lewat kehadiran seorang pemimpin.

Anda tidak mungkin menggenalisir seluruh keraguan terhadap dua paslon tersebut. Mereka memiliki keunikan, sekalipun Anda yakin tidak akan ada kepastian terhadap penuntasan HAM dan sebagainya.

Lihatlah ke depan saat Anda berjuang untuk menuntut sang Presiden menggenapi janji-janjinya. Ada sandungan moral. Anda tidak dapat menuntut lebih jauh karena Anda tidak menghadiri pesta. 

Anda mungkin mengelak argumen ini karena sejatinya Anda memiliki hak sebagai warga negara untuk menuntut Presiden menuntaskan pelanggaran HAM yang terjadi bahkan menyeretnya ke pengadilan internasional. 

Namun, perahu telah berlayar mendekati pelabuhan dan orang-orang telah menyiapkan pesta penyambutan sang nakhoda baru. Ketika kemudian beberapa orang dari gerbang datang berlari dan berteriak menyampaikan kabar kematian di desa seberang dan Anda meminta sang pemimpin melayati mereka, tugas Anda selesai sebatas pembawa kabar kematian. 

Apa yang akan dipikirkan oleh orang-orang yang berpesata di sana? Mereka mengucapkan, "kami turut berduka cita." Anda tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan kepada Presiden penyebab kematian orang-orang di desa seberang. 

Dia tentu dengan alasan yang paling masuk akal berpikir bahwa orang-orang di hadapannya lebih membutuhkan kebahagiaan ketimbang keadilan.Seseorang di antara kerumunan itu berseru dengan membisikan kepada Anda, 

"Kami juga tidak mempunyai partai atau kekuasaan untuk mengajukan paslon yang ideal sebelum pemilu ini terjadi. Kami tidak berpura-pura bahagia karena setelah ini aku akan meminta Presiden memenuhi hak-hakku."

Anda membalasnya, "Presiden tidak akan berpikir sejauh itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun