Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidak ditemukan arti dan kata Paralogi. Yang dapat ditemukan adalah arti dan kata Analogi serta Logika. Analogi diartikan sebagai, persamaan atau persesuaian antara dua benda atau hal yang berlainan. Sedangkan logika diartikan sebagai jalan pikiran yang masuk akal.
Namun dalam beberapa referensi, Paralogi dimaknai sebagai sebuah kaidah. Steven Averhoo dalam tulisannya di kompasiana.com misalnya, menyebut Paralogi sebagai sebuah kritik yang sesat pikir. Yakni Kritik yang berdasar pada asumsi, tanpa memiliki dasar yang valid dan kokoh.
Merujuk pada kaidah tersebut, maka fenomena Paralogi dalam kontestasi Pilkada serentak, justru marak di ruang publik terutama di media sosial. Paralogi yang dibangun seolah menjadi kontra narasi yang menabrak metanarasi atau narasi besar soal peradaban, keberagaman hingga geopolitik yang menjadi hakekat dalam hajatan kontestasi.
Narasi soal Pilkada serentak jangan membunuh rakyat misalnya, bisa dikategorikan sebagai Paralogi yang antagonistik. Karena  siapa hendak membunuh siapa di Pilkada serentak ini. Bahwa Pilkada dilakukan dalam situasi pandemi saat ini rawan terdampak Corona, adalah sebuah keniscayaan.
Itulah sebabnya Pemerintah dan Pelaksana Pilkada membuat regulasi dan prosedur dalam tahapan Pilkada yang melindungi rakyat. Meniadakan kampanye terbuka atau rapat umum bersama kandidat, merupakan langkah perlindungan tersebut. Juga menganjurkan protap kesehatan menjadi keutamaan dalam kegiatan tahapan Pilkada.
So kembali ke semua stakeholder, baik pelaksana teknis, kandidat, tim kampanye, relawan dan masyarakat untuk mematuhi aturan dan prosedur kesehatan yang sudah ditetapkan. Jika kita semua taat dan waspada, maka Pilkada serentak dapat meminimalisir resiko dan terhindar dari kerawanan. Jika pilkada harus ditunda, itupun sebuah keniscayaan. Â
Membangun narasi yang dikategorikan sebagai Argumentum Ad Hominem atau argumentasi yang menyerang karakter seseorang juga bagian dari Paralogi. Contoh narasi tentang calon kandidat pelit alias paipulu yang lagi marak di medsos, juga adalah bagian dari Paralogi atau kritik yang sesat pikir. Â
Kita prihatin pada mereka yang alih alih mengajak pemilih dalam alam kesadaran pemikiran dan narasi besar di momentum pilkada ini, namun justru sebaliknya membangun analogi dengan logika yang kacau. Olahan narasi yang kerap terbangun seperti ini, biasanya menjadi bawaan oknum politisi hampa.