Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saat Amerika dalam Situasi Terpuruk

2 Juni 2020   16:13 Diperbarui: 2 Juni 2020   21:36 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika saja Amerika Serikat mendengar apa yang disampaikan Presiden Pertama RI Sukarno, dalam pidatonya di Sidang Umum PBB tahun 1960 lalu, mungkin Amerika tidak berada dalam situasi terpuruk seperti sekarang ini. Dalam pidato dari episentrumnya Amerika Serikat di New York, Sukarno menghendaki agar negara negara adikuasa turut membangun dunia baru (To Build The World A New) yang penuh damai serta tiada peperangan dan ketegangan.

Sukarno alam pidatonya dengan lantang mengatakan, bangunlah dunia ini kembali. Bangunlah dunia ini kokoh dan kuat dan sehat. Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan. Bangunlah dunia yang sesuai dengan impian dan cita-cita umat manusia. "Lenyapkan sebab sebab peperangan dan kita akan merasa damai. Lenyapkan sebab sebab ketegangan dan kita akan merasa tenang. Jangan ditunda tunda," kata Sukarno.

Dalam Pidatonya Sukarno juga menyentil Amerka yang menjadi tempat PBB berkedudukan. Namun disatu sisi peran Amerima sebagai negara terkemuka dalam perang dingin menjadi dilema. "Kita bersyukur bahwa Amerika Serikat telah memberi tempat bagi organisasi kita. Namun mungkin dapat dipersoalkan apa mungkin itu tepat. Bahwasanya kedudukan PBB berada dalam wilayah salah satu negara yang terkemuka dalam perang dingin," kritik Sukarno.

Amerika di bulan Mei kemarin benar benar terpuruk, bukan saja secara internal tapi juga eksternal negerinya. Dari dalam negeri dampak pandemi corona mengakibatkan jumlah kematian mencapai angka 100 ribu orang tepat pada 28 Mei. Jumlah tersebut membuat Amerika menjadi negara di dunia yang terbanyak mengalami kematian akibat corona.

Sebagai negara super power, melihat Amerika tak berdaya menghadapi pandemi corona, kita seakan tak percaya. Kok bisa sebagai negara adikuasa tidak siap mengantisipasi virus corona. Andai saja dari awal Presiden Donald Trump tidak meremehkan corona dengan nyinyirannya sebagai virus cina, mungkin angka kematian bisa ditekan. Meski kematian di negaranya tinggi, Donald Trump masih menyempatkan bermain golf.

Suasana demodi Amerika. Doc Kompas.com
Suasana demodi Amerika. Doc Kompas.com

Masih didalam negeri kematian warga kulit hitan George Floyd oleh tindakan rasisme oknum polisi menyebabkan kerusuhan disertai aksi vandalisme di seantero Amerika. Rakyat Amerika yang marah atas kematian tersebut, turun ke jalan pada 30 Mei melakukan aksi unjuk rasa. Pemerintah dan aparat Amerika kewalahan menghadapi aksi spontanitas tersebut.

  • Aksi demo dalam situasi pandemi corona, membuat warga Amerika mengabaikan protokol kesehatan. Interaksi sesama warga dan polisi yang terlibat bentrok, seakan melupakan sejenak kalau negeri Paman Sam tersebut lagi dilanda kematian masal. Dampak ekonomi karena pandemi, membuat sebagian pendemo memanfaatkan situasi dengan melakukan penjarahan di sejumlah toko.

Dari luar negeri, kisah keberanian negara Venesuela menghadapi gertakan Amerika yang akan mencegat kapal tanker negara Republik Islam Iran yang membawa 1,53 juta barel bensin ke negara tersebut, membuat Amerika tidak berkutik. Presiden Venesuela Nicolas Maduro mengerahkan helikopter, pesawat tempur dan kapal perang diperairan zona ekonomi eksklusif untuk menjemput kehadiran kapal tanker Iran yang sukses masuk Venesuela tanpa ada ganguan sedikitpun.

Bukan apa apa negara sosialis tersebut lagi mengalami dampak embargo ekonomi yang dijatuhkan Amerika, mengalami krisis akut kelangkaan bensin. Maka pengiriman bensin oleh Iran yang juga sesama negara yang diembargo Amerika, merupakan penyelamat bagi rakyat dan negara Venesuela yang begitu menantikan kedatangan kapal tanker Iran. Dua negara berbeda idiologi, namun sepaham dalam konsepsi politik luar negeri itu, sepenanggungan dalam menghadapi embargo ekonomi.

Kapal tanker Iran memasuki negara Venesuela. Doc Beritadunia.net
Kapal tanker Iran memasuki negara Venesuela. Doc Beritadunia.net

Sebagai tuan rumah yang baik, tamu adalah raja, membiarkan kapal Iran dicegat sama saja dengan menambah penderitaan. Pun bagi Iran membantu negara sahabat tidak boleh tanggung. Ditengah ancaman Amerika, Pemerintah Iran tanpa takut tetap mengirim lima kapal tanker berlayar mengarungi laut karibia hingga sampai di Venesuela. Tepat ditanggal 31 Mei, kapal tanker kelima Clavel tiba, setelah sebelumnya kapal Fortune, Forest, Foxon dan Petunia lebih dulu tiba. rakyat Venesuelapun mengucapkan terima kasih pada Iran.

Sementara di Kawasan Asia, ditengah konfrontase Negara Cina dan India atas sengketa perbatasan, Amerika terang terangan menyatakan dukungan pada India. Sikap Amerika memperkeruh situasi dan semakin memperlihatkan langgam berhadap hadapan dengan Cina dalam geopoltik Indo Pasifik, membuat Cina geram. Menteri luar negeri Cina Wang Yi bahkan menyebut Amerika bisa memunculkan perang dingin baru.

Akumulasi yang diawali dari polemik perang dagang, hingga provokasi Amerika yang terus mendiskreditkan Cina sebagai sumber pandemi corona, ditambah lagi dukungan pada India, membuat Cina semakin berani menghardik Amerika. "Selain kehancuran yang disebabkan oleh virus corona, ada juga virus politik yang menyebar di Amerika,," tutur Wang Yi pada jumpa pers tanggal 24 Mei lalu.

Sukarno saat berpidato. Doc  Padamunegerinews.com
Sukarno saat berpidato. Doc  Padamunegerinews.com

saat berpidato.Bisa jadi Cina belajar dari Venesuela dan Iran untuk tidak takut menghadapi gertakan Amerika. Karena sudah terbukti Amerika bisa melempem kalau digertak balik. Lebih lebih pada pusaran Indo Pasifik olahan proxy war (perang tapa bentuk) dimainkan Amerika dalam mendiskreditkan Cina sebagai dampak persaingan golbal dan ekonomi di kawasan Asia. Cina adalah sasaran tembak utama dari konsep Indo pasifik Amerika dan sekutunya dengan melakukan bebagai cara mengembosi sumber penghasilan negara tersebut.

Begitulah Amerika pada situasi pandemipun dan gejolak internal masih tetap melakukan 'gangguan' pada negara lain dan terus memicu ketegangan dunia. Suatu kebijakan yang oleh Sukarno sudah harus dihentikan saat berpidato tahun 1960. Ketegangan yang terus terbangun, membuat cita-cita Soekarno membangun dunia baru yang damai dan penuh persaudaraan belum bisa diwujudkan PBB hingga hari ini. "Suatu pelanggaran terhadap kedaulatan suatu bangsa merupakan suatu ancaman potensil terhadap kedaulatan semua bangsa," pesan Sukarno kala itu.

Seharusnya dengan berbagai masalah yang menimpa negerinya, Amerika bisa mengoreksi kebijakan politik luar negerinya untuk bisa berdamai dan saling menjaga keamanan dunia dengan negara lain. Namun melihat sosok Presiden Donald Trump yang keras kepala menghendaki Amerika mau berubah, rasanya seperti sedang bermimpi.

Dunia segera menjalani tananan New Normal setelah sekian bulan dibuat suram oleh pandemi corona, namun realitas ketegangan yang berpotensi terus muncul, maka New World yang damai harus ditunda dulu. "Dibanyak tempat terdapat ketegangan ketegangan dan sumber sumber sengketa potensial," kata Sukarno dari 60 tahun lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun