Sulawesi Tengah (Sulteng) dengan potensi bahan baku tambang galian C yang sangat signifikan kuantitas dan kualitasnya, dapat menjadi penunjang utama dalam pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur.Â
Selama ini Sulteng menjadi penyuplai bahan material galian C dari Sulteng ke pulau Kalimantan. Dua wilayah yang menjadi penyuplai utama adalah dari Kota Palu dan Kabupaten Donggala. Dari aspek kuantitas dan kualitas, tambang galian C asal Sulteng tidak diragukan lagi. Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan aspek tata kelola dan nilai tambah eksploitasinya.
Pembangunan infrastruktur dasar di ibu kota baru Kaltim yang sudah akan dimulai tahun 2020, diperkirakan akan membutuhkan banyak bahan material galian C berupa pasir, sirtu dan batu kerikil. Maka daerah penyangga yang dipastikan akan menjadi penyuplai utama adalah Sulteng. Jika tidak disiapkan tata kelolanya, maka eksploitasi bahan galian C bakal dilakukan secara tidak terkontrol demi pemenuhan permintaan dari daerah Kaltim.
Bahkan kesan apriori pun mulai terbangun dari beberapa stakeholder yang menguatirkan kerusakan alam di Lembah Palu semakin menjadi jadi, karena dampak eksploitasi oleh pihak pengelola.Â
"Bisa bisa gunung di Palu ini 'hilang' kalau terus menerus dikeruk secara besar besaran material tambangnya. Kami tidak menentang investasi, tapi harus terkontrol dan tidak merugikan daerah," ungkap salah seorang warga Palu dalam diskusi bertema, redesain tambang galian C sebagai bahan baku penunjang pembangunan ibu kota baru, bertempat disebuah Cafe di Palu.
Sikap apriori tersebut oleh Kepala Bappeda Sulteng Dr Hasanuddin Atjo tidak bisa disalahkan. Karena faktanya hal tersebut terjadi karena tata kelola eksploitasi yang tidak baik. Hasanuddin bahkan memberikan nilai minus untuk tata kelola eksploitasi tambang galian C di Sulteng.Â
"Untuk kualitas dan kualitas tambang galian C kita benar yang terbaik,. Tapi untuk tata kelolanya nilainya minus. Eksploitasi tanpa desain tata kelola, akan menghasilkan kerusakan lingkungan," ungkap Hasanuddin yang menjadi nara sumber dalam diskusi tersebut.
Demikian pula untuk nilai tambah eksploitasi tambang galian C dalam pandangan Hasanuddin Atjo mendapat nilai minus. Alasannya nilai tambah harusnya memberikan dampak positif terhadap keberadaan masyarakat sekitar kawasan tambang. "Untuk nilai tambah eksploitasi yang beri nilai minus juga. Maka harus dilakukan redesain terhadap tata kelola eksploitasi tambang galian C di Sulteng," papar Hasanuddin lagi.
Pernyataan Hasanuddin ini diaminkan oleh pemerhati tambang di Kota Palu yakni Fajar. Menurutnya, apa yang didapatkan masyarakat sekitar tambang galian C dari perusahaan tambang sangat minim. Bahkan Fajar juga menyoroti keberadaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari pihak perusahaan yang tidak direalisasikan untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat.
"Kami setuju jika tata kelola dan nilai tambah harus diperbaiki. Maka kami sarankan agar komitmen realisasi terhadap dana CSR perusahaan untuk pemberdayaan masyarakiat harus menjadi prioritas. Selama ini kami melihat dana CSR ini tidak menjadi prioritas pihak perusahaan tambang, guna memberdayakan  dan mensejahterakan masyarakat yang terkena dampak lingkungan dari aktivitas eksploitasi tambang galian C," ungkap Fajar serius. Â
Menurut Hasanuddin Atjo, jika hendak mendesain tata kelola eksploitasi tambang galian C di Sulteng, maka dimulai dengan pembenahan regulasinya. Dimana meliputi desain tata kelola eksploitsi, produk nilai tambah, daya tarik investasi, pendidikan vokasi  dan sistem bagi hasil.Â
"Kita harus mulai dari regulasinya jika kita ingin tata kelola dan nilai tambah eksploitasi mendapatkan nilai plus. Serta Sulteng siap jika menjadi penyuplai utama ke ibu kota baru," paparnya yang sudah resmi mendaftarkan diri sebagai bakal calon Gubernur Sulteng di PDI Perjuangan. Â
Salah satu fakta bahwa tata kelola tambang galian C di Sulteng berdampak lingkungan karena pengangkutannya masih menggunakan pola konvensional yakni menggunakan truck, dimana harus dirubah dan beralih ke Belt Conveyert. Lalu bagaimana dengan pemberdayaan masyarakat sekitar tambang. Ada tiga aspek yang bisa dilakukan yakni memberikan peralatan stone cruser skla mini, dibuatkan regulasi investasi dan regulasi pasar. "Ini kalau mau memberdayakan masyarakat sekitar," ujar Hasanuddin.
Sementara aktivis lingkungan yang juga advokat rakyat di Sulteng, Agus Salim sependapat dengan konsepsi Kepala Bappeda Sulteng tersebut terkait redesain pengelolaan tambang galian C di Sulteng. Menurut Agus, jika bicara tambang galian C, maka  kesan dimasyarakat adalah sangat eksploitatif, bukan sebaliknya memberdayakan masyarakat dan lingkungan, karena faktanaya memang demikian. Maka konsepsi redesain tata kelola yang disampaikan Hasanuddin Atjo perlu untuk didukung.
Namun demikaan kata Agus, harus ada komitmen dan keseriusan dari semua stakeholder berkepentingan jika benar benar ingin meredesain tata kelola eksploitasi tambang di Sulteng.Â
"Sudah siapkan kita melakukan redesain tata kelola  terhadap eksploitasi tambang galian C ini. Menurut saya harus dilakuan dari sekarang, terutama dari pihak Pemerintah, praktisi tambang dan juga pihak yang membuat regulasi," tutur Agus . Â