Mohon tunggu...
Efi anggriani
Efi anggriani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Menulislah dan biarkan tulisanmu mengikuti takdirnya-Buya Hamka

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Tukang Potong Rambut Khusus, Sebuah Fanatisme

26 Mei 2019   15:15 Diperbarui: 26 Mei 2019   15:24 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri-narsisme modelnya..

Percaya nggak sih kalau kebanyakan orang itu sudah punya langganan tukang potong rambut atau hair dresser?Mungkin kalau bapak-bapak ada yang begitu ada yang tidak,kalau saya pribadi,begitu cocok dengan tukang potong rambut saya,ya sudah terus memakai dia untuk membentuk rambut saya.

Berdasarkan rekomendasi seseorang,bisa saja cocok dan bisa juga tidak.Suatu ketika di luar kota tiba-tiba pengin potong rambut,terus ada yang rekomend dan saya percaya saja.Tetapi insting saya sebagai hair dresser abadi dari anak-anak saya dari kecil hingga lulus kuliah( saya yang selalu memotong rambut anak-anak saya sendiri),wah ini orang nggak bisa motong rambut.Benar saja,potongannya malah mirip dora the adventure gitu.Ya saya nggak suka,saya suka yang model di trap bertingkat gitu.Belum lagi pas dia motong rambut,tangannya kena gunting.Yaudah deh sekali saja.( juga pas di luar kota).

Yang kedua saya di sebuah mal,ada cabang salon yang menurut saya validitas mutunya terjamin.Masuklah saya di salon mewah itu.Selembar  uang merah harganya.Lagi-lagi insting saya ,ini nggak bisa motong rambut.Asli,dia cuma meniru model saya yang sebelumnya,dikurangi tiga centi,plek sama dengan model rambut saya tapi jelas malah amburadul nggak presisi.Dan saya marah.Saya yakin dia bukan hairdresser dari salon terkenal itu.Cara dia nggak paham,misalnya  tidak pakai keramas,berarti rambut dibasahi dulu,cara motong rambut,cara bukannya gunting yang digerakkan malah dia kesana-kemari.

Saya malah mikir,ini salon yang dibangun dengan susah payah bisa hancur kalau tidak dipertahankan mutunya.Asli saya marah yah sebenarnya di satu sisi saya kasihan dan bilang,kalau bukan hair dresser jangan menangani rambut donk.Mungkin langganan lain nggak masalah,salon terkenal gitu lho.Selembar kertas merah saya bayarkan,sisa 30 ribu karena nggak pakai keramas.Rambut saya mirip orang yang rambutnya mau digunduli paksa...ha.mha asli .Petugas kasir disitu minta maaf.Baru sekali ini saya marah pada sebuah toko atau counter atau salon,biasanya nggak pernah juga.

Nah saya perbaiki ke tukang potong langganan saya dulu.Saya masih ingat ketika pertama nggak yakin,apa dia bisa memotong rambut bagus,ternyata di luar ekspektasi menurut saya,meskipun tukang potong rambut mungkin usianya antara 60 an tahun dan  di sebuah salon lumayan besar,satu lembar biru harga potong disitu,salonnya tidak sebesar yang saya ceritakan sebelumnya,karena ini salon lokal yang masih bertahan,yang kalau potong rambut khusus dia.

Nah kendalanya adalah soal waktu yang pendek dibukanya salon tersebut.Dan saya berfikir kalau salon lokal ini bangkrut padahal hasil potongannya yahud.Saya cari yang cocok kemana lagi,paling minta alamat rumahnya jika bisa.Sayang banget kalau salon itu tutup padahal hasilnya bagus-bagus cuma memang kapsternya usianya sudah di atas 50 tahun semua dan letaknya bukan semacam di mal yang mudah dilihat.

Belajar dari itu akhirnya,fanatik pada tukang potong rambut saya.Kalau bukan dia yang memotong rambut saya saya nggak mau,masalahnya gantinya siapa,salah tukang potong rambut ya berefek juga.Makanya kalau buka salon setidaknya harus ada sertifikat yang ada.Tetapi setahu saya sudah ada juga.

Sekian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun