Kutunggu penumpang dari pagi buta hingga malam tiba,ku berada di pinggir jalan di tengah kota,lalu-lalang orang ternyata tak beda,sungguh kasihan pemilikku,satupun tak didapatnya.
Segala usaha sudah didaya,penolakan dan abaian sudah biasa,pemilikku bolak-balik membuka dompet tuanya,mencari receh untuk membeli minumnya
Apa daya beginilah nasib diri ,kuingin menolong,tapi aku tak bisa,bahkan kutahu hari ini untuk makanpun,uang pemilikku tak ada,aku berasa terbuang dengan sia-sia,beberapa karat tersandang di raga,begitu juga pemilikku,dengan putus asa akhirnya bicara,becak terpaksa kujual saja
Kuingin menangis,berpuluh-puluh  tahun bersamanya,kini kalah oleh becak wisata,raga pemilikku pun sama adanya,semakin ringkih adanya
Kukenang masa bersamanya,mengantar anak ke sekolah,mengantar mereka berbelanja hingga penuh tempatnya,mengantar anak-anak pawai sekolahan dan dipercantik diriku dengan rumbai-rumbai penuh warna,mengantar pedagang makanan penuh bau selera
Warna-warniku yang dulu terkelupas di cat warna dengan gambar pemandangan dan kata-kata penyemangat supaya giat dan dengan penuh cinta pemilikku melukisnya
Dan sekarang,teronggok di pojok kota, berhari-hari tanpa mengantar siapa-siapa,dompet pemilikku tak berisi apa-apa,bunyi keroncongan perut tiap saatnya, berdua kami putus asa,tak apa,juallah saja,toh tidak berguna,setidaknya selembar dua lembar uang mengisi dompetnya dan kembali ke desanya,entah mau apa
Kulihat teman-temanku yang sama,menghilang satu persatu bersama pemiliknya yang menua dan tak kutahu kabar  beritanya,tetapi sedih rasanya,Barangkali beginilah jadinya,sebuah becak tua.