Mohon tunggu...
Fadlan Hidayat
Fadlan Hidayat Mohon Tunggu... -

belajar menuangkan pikiran;

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi: Sing Penting Populer!

4 November 2011   23:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:03 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(catatan ringan atas peminangan parpol kepada seleb)

Beberapa waktu lalu tersiar kabar, bahwa PKS akan meminang dua orang selebriti untuk dijadikan sebagai kepala daerah (Wawalikota Sukabumi). Desy Ratnasari dan Syahrini, dua selebriti inilah yang akan dibonceng oleh PKS. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sendiri melalui Ketua DPC Sukabumi, mengaku tengah mendekati dua artis asal Sukabumi, Syahrini dan Desi Ratnasari, untuk menjadi calon kepala daerah dalam Pilkada Kota Sukabumi 2013 mendatang (detiknews.com, 1/11).

Sebenarnya, peminangan parpol-parpol kepada para selebriti bukanlah hal yang aneh. Sebelumnya telah banyak para selebriti yang diusung untuk menjadi kepala daerah atau anggota legislatif. Dari selebriti yang kalem, hingga yang "sangar" sekalipun. Diantaranya ada yang berhasil, namun ada pula yang gagal.

Pandangan publik pun beragam, ada yang no problem, ada yang pro tetapi dengan catatan, dan ada pula yang kritis. Publik yang no problem beranggapan, bahwa sah-sah saja selebriti menjadi kepala daerah atau anggota legislatif. "Mereka kan juga warga negara, gak apa-apa bukan?", begitu jawabannya. Sementara sebagian publik masih mau menerima selebriti menjadi kepala daerah atau anggota legislatif dengan catatan, misalnya bukan selebriti yang "abal-abal". Masih ingat kasus penolakan warga Pacitan terhadap pencalonan Julia Perez?! Terakhir, publik  menolak pencalonan selebriti menjadi kepala daerah atau aleg karena pertimbangan kemampuan, kompetensi atau kapabilitas.

Di balik fenomena ini ada beberapa poin penting. Pertama bahwa parpol gagal dalam melakukan pengkaderan. Atau setidaknya memilih jalan instan pragmatis dengan menggaet selebriti untuk maju ke kursi eksekutif atau legislatif.

Kedua, pemilihan selebriti oleh parpol bertujuan untuk mengejar banyaknya perolehan angka suara (goal votter). Lagi-lagi pragmatis, karena dilakukan dengan tanpa melihat kapabilitas atau kompetensi selebriti dalam soal politik pemerintahan. Dari sini terlihat betapa begitu ambisiusnya parpol dalam mengejar kekuasaan.

Keberadaan selebriti yang dipasangkan atau dicalonkan sebagai kepala daerah (eksekutif) atau legislatif lebih ditujukan untuk menjadi magnet pemilih. Sebagaimana diketahui, pemilih dalam hal ini publik atau rakyat telah sampai pada titik kejenuhan dalam menyaksikan panggung perpolitikan nasional. Rakyat juga sampai pada puncak "ketersiksaan" ambisi-ambisi parpol dan elitnya. Siapapun tahu, bahwa rakyat hanya menjadi tumbal dari ambisi politik. Rakyat hanya disapa ketika ada maunya, selebihnya ketika rakyat mau menagih janji, menyuarakan aspirasi, para elit parpol yang berkuasa tak tahu menahu lagi. Herannya siklus lingkarang setan ini kerap saja berulang.

Ala kulli hal, ini semakin menegaskan bahwa dalam demokrasi, ukuran yang digunakan adalah kepopuleran. Kosmetik politik yang didukung oleh media secara halus akan mengeleminasi orang yang kapabel tetapi tidak populer. Tentu saja dibalik kepopuleran dan kosmetik politik tersedia dana yang besar.

Tidak mengherankan pada akhirnya negara mengalami krisis negarawan. Sebenarnya bukanlah krisis, melainkan bahwa orang-orang yang kapabel dipinggirkan oleh orang-orang populer secara tersistem. Politik yang ada sekarang sing penting populer! Meraup suara pemilih sebanyak-banyaknya, lalu melenggang di atas karpet merah kekuasaan.

Bahkan akibat negara tidak dijalankan oleh penyelenggara yang kapabel -selain sistem yang rusak- dampak lebih parah dari itu semua adalah negara meluncur ke jurang keterpurukan. Padahal Rasul saw berabad-abad silam telah memberikan  warning, bahwa jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggu saja kehancuran. Herannya, kok partai politik yang ngembel-ngembelin Islam, pura-pura gak mudeng?! Weleh-weleh!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun