Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Jelang Pengumuman Kenaikan BBM Subsidi, Ini Cara Pelaku Usaha Tetap Survival

20 Agustus 2022   10:57 Diperbarui: 22 Agustus 2022   18:45 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi toko kelontong. (Foto: KOMPAS.COM/ RAJA UMAR) 

Jelang pengumuman kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diungkapkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam kegiatan Kuliah Umum Universitas Hasanuddin, Jumat 19 Agustus 2022 kemarin, tentu secara signifikan berdampak terhadap tatanan perekonomian rakyat.

Menurut Luhut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemungkinan akan mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi Pertalite dan Solar pada pekan depan. 

Seperti dilansir dari pemberitaan Kompas.com, Jumat 19 Agustus 2022, Luhut juga mengungkapkan, harga BBM subsidi saat ini sudah membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp 502 triliun.

"Nanti mungkin minggu depan, Presiden akan mengumumkan mengenai apa bagaimana mengenai kenaikan harga ini (BBM subsidi). 

Jadi, Presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan terus demikian karena kita harga BBM termurah di kawasan ini. Kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban terlalu besar kepada APBN kita," bebernya.

Terkait hal itu, penulis mencoba mengulas beberapa upaya survival yang dilakukan beberapa pengusaha lokal, khususnya di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) jika nantinya kenaikan harga BBM subsidi itu menggerus secara substansial.

Paling tidak, upaya untuk sekadar survive di tengah krisis itu telah ditunjukkan atau menjadi pengalaman untuk survival jika kembali dilanda krisis serupa.

Contohnya, penerapan kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat alias PPKM beberapa waktu lalu, baik dalam skala mikro maupun darurat, memang membuat semua pelaku usaha terseok, bahkan tidak kurang yang gulung tikar.

Ilustrasi ritel. Seorang karyawan tengah berjalan di salah satu swalayan di Kota Kupang, Horeka. / Foto: Effendy Wongso 
Ilustrasi ritel. Seorang karyawan tengah berjalan di salah satu swalayan di Kota Kupang, Horeka. / Foto: Effendy Wongso 

Interaksi antarkonsumen dan pedagang yang terbatas, dengan sendirinya menekan transaksional yang sejatinya menjadi urat nadi dalam keberlangsungan suatu usaha. Sehingga, hal itulah yang membuat banyak pengusaha mengibarkan "bendera putih".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun