Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Magnolia dalam Seribu Fragmen Rana (8)

25 Maret 2021   14:31 Diperbarui: 25 Maret 2021   14:36 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi novel Magnolia dalam Seribu Fragmen Rana. (Inprnt.com)

Mushu,
kilau cahyamu
dan binarmu yang tajam
adalah nurani yang tak pernah mati

Sertai,
sertai aku dalam maharana ini
sebab tanpamu aku mati

Fa Mulan
Refleksi Pedang Mushu

Napasnya terdengar konstan. Ia terbaring dengan sejumlah kain kasa yang membebati badannya. Punggungnya tercacah. Dadanya kirinya terkena tohokan tombak. Parah. Namun tak sedikit pun pun ia melenguh kesakitan. Pemimpin prajurit dari Kamp Utara di Tung Shao itu memang telah menunjukkan dedikasi dan determinasi yang tinggi, sehingga tak sedikit pun bayang-bayang maut menggentarkannya. Tak sedikit pun besar kekuatan armada darat musuh pimpinan Shan-Yu membuatnya lari tunggang-langkang. Ia tetap menyongsong dan mengadang meski aura kematian serupa bayang hitam renkinang telah menaunginya.

Wajahnya mengeras. Cahaya redup dari pelita minyak samin menonjolkan rahangnya yang kokoh. Mata elangnya sesekali memejam menahan rasa sakit yang menggigit di dadanya.

Fa Mulan menatap pemuda itu dengan wajah murung. Digigitnya bibir. Serangkaian pertempuran yang telah dilaluinya bersama pemuda itu telah mendewasakannya. Ia dapat meresapi kuintesens tentang arti hidup. Di mana batas hidup dan mati hanya setipis sutra. Dan laki-laki yang tengah terluka itu banyak berjasa dalam pembentukan identitas dirinya yang sejati. Memberinya inspirasi dan warna dalam hari-harinya.

"Bagaimana, Tabib Ma?!"

Tabib tua itu mengangguk-angguk. Dielus-elusnya janggutnya yang memanjang dan berwarna keperakan, seperti cemeti serabut senjata khas para rahib perempuan Taoisme Go Mei di bawah kaki bukit Wudan. Dijawabinya pertanyaan prihatin Fa Mulan dengan mengurai senyum lunak.

"Tabib...."

"Tidak usah khawatir. Kapten Shang tidak apa-apa. Denyut nadinya teratur, menandakan kalau tidak terjadi sesuatu hal yang membahayakan pada organ vital dalam tubuhnya. Hanya saja luka luarnya cukup parah. Tapi tidak akut. Dua minggu lagi luka di dada kiri Kapten Shang Weng pasti menutup."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun