Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ini Cinta, Kuberi Nama Kinasih

13 Maret 2021   09:34 Diperbarui: 13 Maret 2021   09:40 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi puisi Ini Cinta, Kuberi Nama Kinasih. (Photo by Effendy Wongso/Dok. Pribadi)

Ini cinta....
kuberi nama Kinasih

Ini cinta….
ketika kau rela melepas ia pergi
ketika kau ikhlas menerima
bayang itu menjauh bagai jentera
bergulir dan menghilang dari sisimu
meski sakit, meski luka
(dan mohon, jangan bilang lagi ini dramatisasi kehidupan!)

Ini cinta....
ketika seorang Bunda di perkampungan nelayan miskin
menanak sebongkah batu,
memetamorfosis benak sang anak yang menangis kelaparan
agar tertidur dalam harap agar sebangun nanti ia dapat menyantap nasi
"Jangan menangis ya, Nak! Tidurlah dulu, Ibu lagi menanak nasi...."
(meski pada akhirnya kalian berdua mati dalam lara: busung lapar!)

Ini cinta....
ketika kau gigil dalam dingin dan kehujanan pada larut malam
dan menangkup dengan baju basah
sebuah tar kecil yang kau beli dari sekumpulan koin dan receh di celenganmu
: dan ketika kau melompat pagar (karena masuk diam-diam)
lenganmu terluka oleh jejeruji besi yang tajam
"Aku ditampar Ibuku," begitu katamu. "Dan ia bilang, aku gadis murahan yang pulang larut malam!"

Aku menghela napas.
Ini cinta, sebab aku tahu kau ingin memberikan kejutan ulang tahun bagi Ibumu,
secara diam-diam, dan tepat pada pukul dua belas tengah malam,
kau akan mempersembahkan tar kecil yang sudah layuk oleh air hujan!
Tar yang kau beli dengan uang tabunganmu di celengan yang tak seberapa,
namun sore tadi kau merasa orang yang paling kaya di dunia,
karena dapat mempersembahkan 'harta terbesar ketulusan'
untuk kado ulang tahun Ibumu
meskipun pada akhirnya gula tar itu meleleh dan layuk oleh air hujan!

Ini cinta, ketika tepat dua belas malam,
kau persembahkan tar yang sudah tak berbentuk itu untuk Ibumu,
dan perempuan yang telah melahirkan kau dengan cinta itu menangis tersedu,
memelukmu, dan kau dan ia saling menangis!

Ini cinta, ketika kau membuka pintu jendela mobil mewahmu yang nyaman,
dan meneteskan air mata melihat mereka yang kurang beruntung,
yang menunggu bis di halte usang dan pesing pada siang sepanas unggun

Ini cinta, ketika kau memberikan uang lebih kepada bocah ojek payung,
yang bersin dan kedinginan karena air hujan

Ini cinta, dan semua ini cinta!
jadi mestikah kau rutuk semua itu serupa roman picisan,
telenovela dan sinetron garing?
(terlebih, dramatisasi kehidupan!)

Ini cinta, ketika kau mempersembahkan permen cokelat
ini cinta, ketika kau mempersembahkan liontin bintang
ini cinta, ketika kau mempersembahkan boneka
ini cinta, ketika kau mempersembahkan bunga
ini cinta, ketika kau mempersembahkan novel 'Ayat-Ayat Cinta'
ini cinta, ketika semuanya berasal dari hati
tanpa pamrih....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun