Mohon tunggu...
EFENDI
EFENDI Mohon Tunggu... Freelancer - Putra Aceh Selatan

Praktisi Kehutanan dan Aktivis Alumni STIK Aceh

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pengelola Hutan Aceh Antara Ada dan Tiada

8 April 2019   11:10 Diperbarui: 8 April 2019   11:20 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Industri kehutanan sangat luas sekali dan itu semua bisa kita kerjakan, dimana itu akan memakmurkan masyarakat Indonesia dengan syarat semua kita harus bekerja, bank harus mendukung dengan berani memberikan modal, menteri harus berani memberikan konsesi pada pihak yang produktif, industrinya mau menampung kayu-kayu rakyat hasil dari hutan tanaman, semuanya harus berjalan kalau tidak KPH-KPH itu apa gunanya.?.." (cuplikan pidato presiden Jokowi dalam festival KPH di Yogyakarta, September 2018)

Kutipan pernyataan kepala negara ini tentu saja bukan tanpa alasan, selain sebagai seorang rimbawan presiden juga sebagai seorang praktisi bisnis kehutanan yang telah mengalami banyak hambatan, tantangan dan rintangan selama menjalankan bisnisnya, pasti telah memperoleh gambaran yang jelas tentang apa dan bagaimana kehutanan di Indonesia.  

Harapan dan keinginan presiden yaitu menginginkan kehutanan Indonesia menjadi lebih baik dengan dukungan berbagai pihak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat marginal yang berada di sekitar kawasan hutan, dan sebelumnya juga pada tahun 2017 presiden sudah menghubungkan antara pengelolaan kawasan hutan dengan ketahanan pangan masyarakat yang harus ditegaskan dalam rencana strategis yang memiliki dimensi ekonomi dan lingkungan.  

Menunjukkan besarnya harapan seorang presiden yang ingin mensejahterakan rakyat melalui sektor kehutanan melalui pengelolaan hutan secara lestari.

Mari sejenak kita perhatikan kawasan hutan Aceh dengan luas 3,5 juta Ha merupakan aset yang sangat besar, pasang surut penguasaan kawasan hutan di Aceh terutama dikuasai oleh perusahaan dengan izin HPH telah menghasilkan banyak keuntungan bagi perusahaan dan Kemetrian Kehutanan pada zamannya.  Akhir dari era keemasan HPH menyisakan bencana dan kondisi kawasan hutan Aceh yang hancur dan open akses.

Kekayaan kawasan hutan Aceh bukan hanya dari hasil kayu namun di dalamnya juga terdapat beraneka ragam sumber daya yang belum dikembangkan dengan baik bahkan masih banyak yang belum teridentifikasi sama sekali terutama dari jenis flora yang memiliki khasiat obat-obatan. 

Beberapa negara sudah mengembangkan potensi tumbuhan yang bermanfaat obat-obatan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya secara signifikan dari pengelolaan hasil hutan bukan kayu. Pertanyannya apakah Aceh tidak mampu.?

Mimpi pengelolaan hutan Aceh yang lestari dan berkelanjutan dari masa ke masa terus menjadi jargon dalam setiap pidato pejabat di lingkungan kehutanan, dalam setiap laporan dan pers realease selalu kita temukan optimisme dan kepercayaan untuk hasil yang lebih baik pada masa mendatang, namun sejak tahun 2013 yang ditandai dengan lahirnya KPH-KPH untuk mengelola kawasan hutan di tingkat tapak belum terlihat perubahan yang cukup signifikan terhadap pengelolaan kawasan hutan.

Seiring waktu berjalan banyak sumber daya dan dana yang sudah diinvetasikan untuk kawasan hutan Aceh baik pendanaan dari pemerintah maupun yang bersumber dari pihak ketiga (NGO), namun belum cukup untuk memperbaiki tata kelola hutan sehingga selalu mengundang tanya mengapa gagal.? Kegagalan pengelolaan hutan Aceh dapat dilihat dari :

  • Illegal logging (pembalakan kayu secara tidak sah) yang masih terus terjadi.
  • Illegal poaching (perburuan satwa secara tidak sah) terus terjadi dimana banya ditemukan satwa liar dilindungi menjadi korban dibunuh dan bagian tubuh yang berharga (gading, cula, taring/gigi dll) hilang.
  • Illegal wildlife trading (jual beli satwa liar secara tidak sah) masih mudah ditemukan di ruang publik.
  • Illegal keeping (pemeliharaan satwa liar secara tdiak sah) masih menjadi gaya hidup sebagian pejabat publik dan pengusaha-pengusaha kaya.
  • Illegal mining (penambangan secara tidak sah) selalu ditemukan pada kawasan-kawasan yang memiliki sumber daya mineral terutama emas dan galian C.
  • Perambahan kawasan hutan menjadi kebun sawit atau menjadi lahan pribadi masih terus terjadi, ini mudah ditemukan pada kawasan yang dilalui oleh jalan (pembangunan jalan).
  • Konflik tenurial kawasan hutan masih terus terjadi.
  • Bencana alam banjir, banjir bandang dan longsor terus terjadi setiap tahunnya.
  • Masyarakat sekitar kawasan hutan masih miskin.

Kegagalan ini menunjukkan ketidak mampuan pemerintah dalam membangun dan mengelola sektor kehutanan, jika merujuk pada harapan presiden Jokowi maka seharusnya tidak ada yang tidak bisa dilakukan, mungkin hanya karena faktor kurangnya kapasitas sumber daya manusia dan faktor malas saja.

Dalam penyelesaian masalah dalam kawasan hutan sering menggunakan pendekatan penegakan hukum, namun banyak yang tidak mampu disentuh oleh hukum karena keterlibatan aparat penegak hukum (oknum) maupun di lindungi (backing up) oleh orang-orang kuat dan berkuasa sehingga terkesan penegakan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas (tebang pilih). Seharusnya pemerintah memiliki alternatif penyelesaian masalah secara terintegrasi, yaitu merubah prilaku masyarakat sekitar kawasan hutan dengan memberikan alternatif ekonomi yang lebih terjamin keberlanjutanya serta bernilai tinggi.  Hal ini sangat erat kaitannya dengan pengelolaan kawasan hutan oleh masyarakat baik melalui skema Perhutanan Sosial maupun skema lainnya yang diatur oleh regulasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun