Alasannya adalah bahwa setiap daerah di Indonesia sudah memiliki nilai, norma yang telah membentuk kehidupan masyarakat setempat. Oleh karena itu, lingkungan sekolah perlu diintegrasikan dengan nilai dan norma sosial-budaya setempat, sehingga peserta didik tidak terisolasi dari lingkungan sosial kehidupan mereka.Â
Sekolah sebagai institusi sosial bertanggung jawab untuk memproses nilai-nilai budaya. Artinya, guru, orang tua, dan masyarakat bertanggung jawab untuk memperkenalkan, membiasakan peserta didik berperilaku berdasarkan nilai-nilai, norma, dan etika yang berlaku di lingkungan budaya lokal (Kleden, 1987; Hintze, Denna, Romann-Aas & Kristin A, 2015).Â
Membantu peserta didik untuk mengambil peran sosial dan mengajar mereka untuk melakukan peran tersebut. Artinya, dalam kehidupan sosial siswa harus berperilaku dengan tuntutan nilai, norma, dan etika yang berlaku.Â
Oleh karena itu, tanggung jawab guru, orang tua dan masyarakat harus memberikan contoh perilaku sehingga peserta didik dapat memodelkan perilaku tersebut (Dister, 1998).Â
Memasukkan identitas peserta didik ke dalam lingkup budaya yang lebih luas. Artinya, selain hidup di lingkungan sekolah, peserta didik juga perlu bersatu dan beradaptasi dengan kehidupan di komunitas yang lebih luas dengan semua tuntutannya (Todd, 2001).Â
Mengembangkan dan mempertahankan nilai-nilai luhur budaya. Maksudnya peserta didik berperilaku sesuai dengan nilai-nilai, norma, dan etika yang berlaku di masyarakat. Peserta didik dalam konteks ini telah tumbuh dan berkembang sebagai individu yang tahu untuk menghormati kebiasaan yang berlaku, sehingga tidak membahayakan diri mereka sendiri dan masyarakat secara keseluruhan (Dister, 1998 ).Â
Mengembangkan kesadaran kritis untuk menentang status quo tatanan sosial dan menjadi agen perubahan dalam pengembangan inovasi sosial (Ladson-Billings, 1992c; Tilaar, 2005).Â
Hal ini dilakukan dengan cara membentuk kesadaran kritis pada siswa sehingga mereka berperilaku baik berdasarkan itikad baik, meskipun berurusan dengan kebiasaan di masyarakat yang salah (pergaulan bebas, merokok, minum minuman keras, perkelahian antar siswa, pemerkosaan, ketidakadilan, korupsi). Selain itu berperilaku baik berdasarkan itikad baik sehingga menjadi panutan dalam pergaulan di masyarakat (Colin, 1996).