Mohon tunggu...
W. Efect
W. Efect Mohon Tunggu... Berusaha untuk menjadi penulis profesional

if you want to know what you want, you have to know what you think

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerpen: Dilema

12 Maret 2025   22:58 Diperbarui: 18 Maret 2025   10:56 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Malam ini, memang agak berbeda dengan malam-sebelumnya. Sudah jam setengah dua belas malam, belum juga dapat tidur. Sepertinya persoalan yang terurai dalam pikiran belum juga mendapat jalan keluar. Memang susah kiranya untuk mengambil keputusan dari dua pilihan yang sama-sama berat, menurut ukuranku.

Persoalannya yang aku alami ini memang sebaiknya segera mendapatkan jalan keluar. Aku coba mendaraskan doa, dengan harapan ada pencerahan dan segera dapat mengambil keputusan tepat. Hal yang tidak aku duga terjadi, ada titik-titik air mata menetes, "apa memang begitu berat" begitu kata hatiku.

Kalau harus jujur, apa yang akan terjadi nanti? kesalahan ini memang begitu sulit diungkapkan. Tapi bagaimanapun juga harus ada jalan keluar sehingga tidak membebani pihak lain.

Sejak awal bulan ini, memang suasananya agak berbeda. Aneh, pikiran ini mengalir begitu saja, 'Angsa putihku' ini sebutan yang pas untuk temanku Mira, dia cantik, lembut bicaranya, tubuhnya atletis, rambutnya panjang terurai sebahu.

Bulan lalu keadaannya biasa saja, tapi awal bulan ini, Mira menyelenggarakan pesta, banyak temen-temennya diundang. Betapa kagetnya aku melihat kecantikannya, "cantiknya" begitu kata hatiku ketika bersalaman mengucapkan selamat datang dan ia mengucapkan terimakasih atas kedatanganku.

Pesta Ultah Mira selesai jam sepuluh malam, aku sengaja terakhiran pulangnya. Satu persatu meninggalkan rumah Mira, dipintu gerbang tampak Mira dan ibunya menyalami tamu yang akan pulang.

"cantiknya.."gumanku sambil bersalaman, ia tak mau melepaskan bahkan meremas tanganku sambil mengulum senyum. Senyum yang tak mudah aku lupakan. Sejak saat itu terasa  terperangkap oleh kecantikannya.

*****

Sepertinya, tidak mudah untuk secara khusus berdialog dengan Mira, bukan karena ia sibuk, tapi menunggu waktu tepat belumlah jadi prioritas. Walau bagaimana, memang harus aku sampaikan, meski aku menyadari bahwa ini  suatu kesalahan. Cari momen, waktu tepat sudah aku coba, sewaktu akan mengatakan, lagi-lagi terasa banyak pertimbangan, ya.... Kalau nanti mendapat tanggapan, kalau mendapat semprotan, tidak menyadari ...... dan sebagainya kan jadi bumerang. Antara ya dan tidak, menjadi sumber perdebatan batin belum juga selesai.

Hari itu, walau berharap-harap cemas, cukup hati-hati aku berusaha mengatakan. Ditempat yang memang sudah jadi kesepakan. Ada sedikit basa-basi juga sebelum ke inti persoalan.

"Ini memang suatu kesalahan Mir, mohon maaf sebelumnya bila apa yang akan aku katakan tidak berkenan." Ku lihat Mira mengerutkan keningnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun