Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Satu Butir Nasi yang Tertinggal: Petani, Sampah, dan Masyarakat yang Kelaparan

11 November 2017   07:17 Diperbarui: 10 Agustus 2019   13:45 4624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia sebagai negara agraris | Foto: http://7-themes.com

Dengan menggunakan neraca analitik dengan tingkat konsentrasi keakuratan tiga di belakang koma, saya meminta tolong pada teman yang kebetulan memiliki benda tersebut untuk mencoba menimbang satu butir nasi utuh (tidak terpotong) dengan dua kali pengulangan. Hasilnya 0,056 gr, dan 0,057 gr. Sayangnya saya tidak tahu jenis beras apa yang tengah ditimbang  saat itu.

Hasil penimbangan pertama 1 butir beras utuh | Foto: Shandy Sulistiyo
Hasil penimbangan pertama 1 butir beras utuh | Foto: Shandy Sulistiyo
Hasil penimbangan kedua | Foto: Shandy Sulistiyo
Hasil penimbangan kedua | Foto: Shandy Sulistiyo
Asumsikan saja berat satu butir nasi ini adalah 0,056 gr. Ada berapa butir nasi yang tertinggal di piring kamu? Anggap saja ada satu butir nasi tertinggal di sana tanpa sengaja. Kita asumsikan seluruh masyarakat Indonesia melakukan ketidaksengajaan yang sama dikali tiga kali konsumsi makanan tiap harinya, maka terkumpullah sebanyak 43,8648 ton butir nasi yang seharusnya bisa digunakan untuk dikonsumsi berapa puluh orang yang tidak seberuntung kita di luar sana.

Itu hanya akumulasi dari 1 butir nasi yang tidak sengaja kamu tinggalkan dalam piringmu. Bagaimana dengan setengah piring yang tidak kamu habiskan dengan alasan tidak selera atau sudah kenyang? Atau hanya dipandangi diaduk-aduk saja ketika bersama gebetan untuk menjaga gengsi agar tak dibilang banyak makan? Seharusnya dari awal saja tidak perlu pesan makan. Jika ada 10 orang saja yang melakukan hal yang sama dengan itu, maka silahkan hitung sendiri berapa jumlah makanan yang sudah kamu buang bersamaan dengan mereka.

Sekali lagi, itu hanya akumulasi dari nasi. Bagaimana dengan menu lain yang tidak kamu habiskan? Lauk, sayur, buah, roti?

Mari saya bawa pada kehidupan sehari-hari petani. Setelah ada pengumuman dari pemerintah setempat untuk segera bersiap melakukan penyemaian, mereka akan memilih dengan sangat telaten benih-benih terbaik yang akan dirawat hingga panen nanti.

Dua minggu masa penyemaian lalu memasuki musim tanam padi. Dalam lumpur tersebut, mereka bergotong royong berjalan mundur memenuhi isi seluruh petak sawah yang sebelumnya telah digarap untuk bisa menjadi wadah yang tepat untuk penanaman padi.

Tidak peduli terik, tidak peduli hujan, lumpur adalah sahabat mereka untuk menghasilkan bulir-bulir nasi yang kamu buang. Merunduk sepanjang hari di bawah kondisi apapun. Sesekali mereka akan mencoba berdiri, menenangkan tengkuk dan pinggang yang telah kaku sepanjang menunduk.

Tak sampai hanya di sana, mereka akan kembali berjuang untuk melawan hama penyakit tanaman yang kedatangannya tidak bisa ditebak. Memanggul berember-ember pupuk untuk disiramkan di seluruh petakan sawah. Memanggul alat penyemprot dengan isi bertangki-tangki ember yang telah diisi obat hama sebelumnya agar padi bisa tumbuh dan mengasilkan bulir yang maksimal dimana setelah menjadi nasi dan tiba di tanganmu, malah kamu buang.

Pematang sawah hanya terbuat dari lumpur yang dibentuk hingga mengering untuk menjadi jalan menelusuri petak demi petak sawah di sudut lainnya. Saat hujan, pematang sawah itu akan berubah licin, tak jarang mereka kembali ke rumah dengan kaki yang biru atau keseleo. "Tadi jatuh di sawah" begitu jawabnya untuk menjelaskan saat terjatuh di pematang sawah.

Saat biji padi mulai keluar, mereka akan sangat menjaga kalau-kalau ada serbuan hama tikus yang mereka tidak sadari kehadirannya. Agar itu tidak terjadi, mereka berkeliling dengan cara apapun agar biji padi yang baru keluar tidak dihabisi oleh hama tikus tersebut.

Tak cukup hanya tikus, mereka akan kembali dihadapkan dengan serbuan gerombolan burung-burung kecil yang ingin ikut memanen hasil dari keringat mereka. Untuk mencegah itu terjadi, mereka akan berjaga dari pagi hingga sore, bergantian dengan anggota keluarga lainnya hingga akhirnya panen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun